Seorang ayah tega membunuh istri dan kedua anaknya, yang masih berusia 19 dan 11 tahun di Perumahan Taman Kota Permai 2, Priuk, Tangerang. Ayah yang berinisal ME tersebut menusuk anggota keluarganya dengan pisau yang ia simpan di belakang lemari.
Tidak sampai di situ, usai membunuh istri dan anaknya, ME kemudian melakukan percobaan bunuh diri.
Diketahui bahwa cekcok rumah tangga yang menjadi motif pembunuhan tersebut. ME, yang dikenal punya karakter temperamen, marah kepada istrinya yang mencicil mobil tanpa sepengetahuan dirinya.
ME diancam hukuman seumur hidup. Amarah yang berujung pembunuhan pada keluarga sendiri memang bikin kita enggak habis pikir.
Bukan hanya kejadian di Tangerang ini, ada kasus pembunuhan pada anggota keluarga juga pernah terjadi di California pada awal tahun 2018 ini. Seorang ayah membunuh istri dan kedua anaknya yang berusia 20 dan 11 tahun dengan cara menembaknya.
Setelah itu, ia tewas dengan cara menembak dirinya sendiri. Padahal menurut tetangga setempat, keluarga ini selalu terlihat akur dan harmonis.
Pembunuhan yang terjadi pada keluarga di Tangerang didasari karena adanya percekcokan dan faktor ekonomi. Konflik semacam ini mungkin terjadi ketika tidak ada komunikasi yang efektif pada keluarga.
Tidak ada keterbukaan antara suami dan istri, ayah dan ibu, serta anak-anak dengan orangtua.
Padahal seperti yang kita tahu, keluarga adalah pranata sosial yang fungsi-fungsi penting dalam kehidupan manusia. Yaitu reproduksi, sosialisasi, proteksi, ekonomi, kontrol, dan afeksi.
Komunikasi efektif di keluarga itu penting banget, karena akan berpengaruh dengan bagaimana kita berperilaku di luar lingkungan keluarga.
Seorang ayah, yang dulunya juga menjadi seorang anak, yang memiliki pola komunikasi yang gagal bisa jadi dulunya tidak mendapatkan gambaran yang ideal juga tentang keluarga.
Maka dari itu, saat ini, selagi kita masih menjadi anak, penting untuk tahu kalau komunikasi efektif di keluarga itu penting. Terbuka dan jujur pada orangtua itu penting.
(Baca juga: 10 Kisah Mengharukan Pengorbanan Ayah Buat Anaknya. Siap-siap Nangis!)
Kenapa Sulit Sekali untuk Terbuka dengan Orangtua?
Mungkin saat ini sebagian besar dari kita sulit untuk terbuka dengan orangtua, dengan berbagai alasan. Bisa karena takut, segan, atau tidak ingin orangtua mencampuri urusan pribadi kita. Simak beberapa cerita dari teman-teman kita ini, girls.
"Terkadang aku terbuka sama orangtua, tapi terkadang enggak. Ada yang diceritain, ada yang enggak. Tergantung gimana mood orangtua dan dari akunya pengin cerita atau enggak. Kalau aku pribadi, saat ada masalah enggak pengin orangtua jadi disusahin. Maunya menyelesaikannya sendiri." (Annabelle, 19 tahun)
"Sebenarnya aku terbuka sama orangtua, hanya saja harus dipancing dulu buat cerita. Aku juga pilih-pilih cerita kalau sama orangtua, misalkan tentang teman dan kuliah, aku pasti cerita. Tapi kalau tentang pacar, kadang enggak selalu aku ceritakan, karena segan juga masih umur segini enggak mau menganggap pacaran adalah hal yang harus diseriusin banget." (Syifra, 19 tahun)
"Aku selalu cerita tentang teman dan sekolah kepada orangtua. Terutama Mama. Tapi, untuk masalah sendiri misalkan lagi galau karena gebetan, aku malu untuk cerita, ha-ha. Gimana ya, agak segan juga, dan takutnya orangtua berpikir aku belum cukup dewasa untuk itu." (Chia, 18 tahun)
Pernyataan di atas mungkin mewakil perasaan kita. Ada yang terbuka dengan orangtua, tapi tunggu dipancing dulu untuk cerita. Ada yang enggak mau cerita ke orangtua karena malu dan segan. Ada yang terbuka untuk beberapa bagian cerita saja.
Tapi kebanyakan memang kurang terbuka untuk masalah percintaan, seperti cerita gebetan atau pacar. Dan kebanyakan juga lebih terbuka sama ibu.
(Baca juga: 11 Ilustrasi Kasih Sayang Ayah & Anak Perempuannya Ini Manis Banget)
Seorang psikolog dari Kansas, Amerika Serikat, Rae Sedwigck mengungkapkan kalau komunikasi dalam keluarga adalah keseimbangan antara kata-kata, gesture tubuh, intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan, saling pengertian, dan ungkapan perasaan.
Faktor bahwa terbuka sama orangtua itu penting, jika komunikasi keluarga efektif mencakup hal di atas. Mungkin kita lebih sering cerita dengan ibu, bukan berarti kita tidak pernah mengobrol dengan ayah.
Komunikasi anak dan orangtua bukan hanya sekadar bertanya apa yang kita lakukan hari ini, sudahkah kita mengerjakan tugas sekolah, atau berapa nilai ujian terakhir kita.
Berkomunikasi lebih dari itu. Ada keinginan untuk tahu, ada gesture tubuh yang menandakan orangtua tertarik dengan cerita anak, ada feedback dari orangtua dengan menanggapi cerita anak, dan ada sikap saling pengertian. Orangtua mengerti posisi anak dan anak mengerti posisi orangtua.
Alasan penting banget kita untuk terbuka pada orang tua bisa diungkapkan pada gambar di bawah ini.
(Baca juga: 5 Film Korea Tentang Keluarga Paling Sedih Yang Mampu Menguras Air Mata. Wajib Tonton!)
Cara untuk Bisa Terbuka dengan Orangtua
Memang enggak mudah untuk memulai terbuka dengan orangtua, tapi pahami deh kalau sebenarnya orangtua itu mau tahu tentang anaknya, hanya saja kadang kita kurang peka dan mereka tidak tahu cara memulainya.
Untuk memulainya, kita tidak perlu mengungkapkan semua masalah. Pilih hal-hal sederhana yang ingin kita ungkapkan, misalkan tentang studi atau teman-teman kita.
Orangtua mungkin saja enggak merespon seperti apa yang kita mau, tapi pahami itu sebagai bentuk dari komunikasi yang tepat. Kita bisa mengungkapkan kegelisahan kita pada orangtua, kalau kita mau bersikap jujur.
Hal penting yang perlu kita pahami, girls, komunikasi efektif pada keluarga mampu membentuk kita jadi pribadi yang ekspresif, optimis, dan tidak tertutup. Jadi, ketika kita nantinya akan keluar rumah dan bertemu dengan orang-orang pada lingkugan baru, kita enggak akan mengalami kesusahan.
Mulai dari sekarang, terbuka pada orangtua karena keluarga adalah yang pertama dan terutama. Orangtua mungkin tidak benar-benar mengenal kita, dan kita mungkin sebenarnya tidak mengenal mereka dengan baik. Jadi, dibutuhkan komunikasi untu menyeimbangkan keduanya.
Stem Cell, Terobosan Baru Sebagai Solusi Perawatan Ortopedi Hingga Cedera Olahraga
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR