Bisa mengecap pendidikan tinggi apalagi kalau gratis dan dibiayai sampai ke luar negeri pasti jadi impian banyak orang. Di Indonesia sendiri, kita bisa memilih beberapa jenis beasiswa untuk memperlancar mimpi kita buat kuliah di luar negeri. Salah satunya adalah LPDP.
Program beasiswa dari Kemenkeu ini memang jadi idaman para pencari beasiswa pasca lulus kuliah S1 dari tahun ke tahun.
Memasuki tahun 2018, LPDP kerap mendapat kritikan dari beragam golongan untuk semakin memperbaiki proses rekruitmennya. Kali ini datang dari akun twitter @pervertauditor yang dirangkum dalam utas #ShitLPDPAwardeeSay.
Pas interview beasiswa : "Saya ingin memajukan bangsa Indonesia bla bla bla.."
Pas udah balik Indonesia : "Aduh orang Indonesia ini ya. Gak bisa antri. Kalau di negara XXX orang2nya teratur"
— Pervie! (@pervertauditor) June 23, 2018
"Aduh, kangen ngerasain winter di XXX" #ShitLPDPAwardeesSay
— Pervie! (@pervertauditor) June 23, 2018
Utas ini adalah cuplikan candaan sarkas yang menyindir para alumni LPDP dengan sindrom ‘holier than thou’ ketika merasakan perbedaan keadaan negara studinya lebih baik jika dibandingkan dengan negara asal.
Dari candaan bernada sarkasme itu, tersembunyi pesan kritis buat alumni awardee LPDP yang dirasa belum berkontribusi buat Indonesia, tapi memiliki gaya hidup yang berkebalikan (lebih sering traveling, hidup hura-hura, hingga berhenti kuliah dan menetap di luar negeri) atau malah sering komplain dengan masalah negeri sendiri sembari membandingkan keadaan yang jauh berbeda di negara lain.
Utas ini akhirnya mendapat tanggapan beragam dan menjadi viral.
Nah, sebenarnya seperti apa sih, yang dirasakan sama para alumni awardee LPDP ini? Cewekbanget berkesempatan buat berbincang bersama beberapa penerima beasiswa LPDP dan soal kontribusi mereka terhadap Indonesia. Yuk, disimak!
(Baca juga: 5 Persiapan Ini Bikin Kita Lebih Gampang Mengajukan Persyaratan Buat Dapat Beasiswa LPDP)
Tidak pernah muncul keinginan untuk 'kabur' dari Indonesia
Berbeda dengan beasiswa lain, LPDP memang menekankan akan kontribusinya terhadap Indonesia jika sudah lulus nanti. Hal ini juga sebagai bentuk mengabdi kepada negara yang telah 'membiayai' program studinya selama di luar negeri.
Namun, berada di negara dengan suasana dan lingkungan yang baru, banyak orang yang meragukan pelajar Indonesia akan bisa fokus kuliah tanpa gangguan seperti percintaan, iming-iming kerja di luar negeri, atau 'kabur' selama proses perkuliahan.
Namun tidak demikian dengan Lescha Mayseeta, salah satu alumni beasiswa LPDP, lulusan The University of Melbourne, Australia. Kepada cewekbanget, Lescha mengungkapkan kalau dirinya enggak pernah sekalipun kepikiran buat 'kabur' dari negara asalnya dan menetap di luar negeri.
Cewek yang mengambil jurusan Arts and Cultural Management ini mengaku sempat merasa bimbang pasca lulus dari program studinya. Saat itu, dirinya khawatir akan ketersediaan lapangan kerja di industri yang ingin dia masuki.
Meski begitu, kini Lescha mampu berkontribusi kepada Indonesia lewat pekerjaannya. Ia bekerja di sebuah e-commerce yang secara langsung mendukung UKM dan industri kreatif Indonesia.
Hal ini didorong lewat impiannya yang ingin berpartisipasi memajukan ekonomi kreatif di negara asalnya.
(Baca juga: Selain LPDP, Kita Bisa Coba 5 Beasiswa Lainnya Untuk Melanjutkan Kuliah di Luar Negeri)
Pertimbangan yang matang dalam memilih beasiswa
Keputusan Dinda Sarasannisa untuk melanjutkan studi Master di University of Edinburgh, lewat beasiswa LPDP didasari oleh banyak pertimbangan.
Mulai dari tuition fee, biaya penelitian, serta biaya hidup. Tujuannya karena Dinda tidak ingin membebani orang tuanya.
Selain itu, LPDP juga terpercaya memiliki jaringan alumni yang tumbuh pesat dan tersebar di pelosok negeri. Hal ini jadi memudahkan Dinda untuk membuka kesempatan kolaborasi atau pun ajang bertukar pikiran dengan sesama penerima beasiswa.
Mengambil jurusan International Business in Emerging Markets (IBEM), Dinda punya misi untuk memperkaya ilmunya sebagai public relations. Sebelum mendaftar beasiswa, Dinda bekerja sebagai Corporate Communication di perusahaan elektronik lokal yang kemudian berafiliasi dengan perusahaan elektronik ternama di Jepang.
"Saya melihat pentingnya kemampuan memahami strategi berbisnis di kancah internasional sehingga dapat mengembangkan perusahaan milik anak bangsa," jelas Dinda lewat interview-nya dengan cewekbanget.
Setelah lulus, Dinda menerima tawaran menjadi public relations di salah satu e-commerce. Kontribusi nyata juga bisa dilihat dari keterlibatannya di salah satu electric money milik perusahaan telekomunikasi terbesar Indonesia.
Bagi Dinda setiap alumni memiliki kontribusi yang berbeda-beda dan tidak bisa disamakan. Begitu pula dengan dirinya yang ingin berkontribusi lewat caranya sendiri.
Pada akhirnya, semua kembali pada komitmen
Ivan Imanuel, salah satu alumni awardee LPDP yang telah menyelesaikan program studi Masternya di Imperial College London jurusan Environmental Technology. Bagi Ivan, memilih jurusan ketika kuliah Master harus berkaitan sama kontribusi yang pengin dia capai ketika kembali ke Indonesia.
"Saya ingin membantu banyak industri dan pemerintah untuk membuat suatu kebijakan yang tidak mengesampingkan sustainability. Seperti saat ini, saya bekerja di industri start up di bidang teknologi informasi yang memberi kemudahan bagi para turis untuk menikmati pariwisata bahari Indonesia," terang Ivan dalam wawancaranya bersama cewekbanget.
Lewat pekerjaannya ini, Ivan juga mengaku jadi bisa berkolaborasi dengan sejumlah NGO Lingkungan Kementerian dan Pemerintah Daerah untuk menanggulangi masalah laut, massive tourism, perlindungan terhadap pulau kecil, dan pelestarian laut Indonesia.
(Baca juga: Wajib Tahu! Info Alur dan Tahapan Untuk Mendapatkan Beasiswa LPDP!)
Ditanya soal perasaannya kuliah di luar negeri, Ivan mengaku sistem pendidikan di Inggris sangat bersaing. Saat itu, pikiran untuk 'kabur' dari Indonesia pun sempat terpikirkan. Tapi satu hal yang membuatnya kembali buat berkontribusi adalah komitmen.
"Tidak mau menjadi kacang yang lupa kulitnya. Sounds cliche, but it is," tutup Ivan.
Penerima beasiswa yang termasuk golongan oportunis dan menjadikan beasiswa LPDP sebagai ‘jalan pintas’ buat traveling dan keliling luar negeri memang ada.
Hanya saja, bukan berarti kita harus memberi cap serupa pada semua alumninya. Karena yang jujur, rajin, dan terbukti berkontribusi buat negara Indonesia juga banyak. Contohnya seperti teman-teman yang berbagi ceritanya di atas.
Hal ini bisa dijadikan bahan introspeksi buat pihak LPDP untuk lebih berhati-hati dalam memilih penerima beasiswanya supaya enggak 'kecolongan' atau malah merugikan negara.
Namun, setidaknya lewat kritikan tersebut, para alumni awardee beasiswa LPDP jadi semakin terpacu buat memanfaatkan ilmu yang mereka peroleh buat kemajuan bangsa. Bukan cuma jadi tanggung jawab para alumni LPDP aja, lho, tapi juga kita semua. Yuk, kerja bareng-bareng. Setuju?
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR