Tonic Immobility, Kondisi di Mana Korban Perkosaan 'Lumpuh Sementara'

By Salsabila Putri Pertiwi, Senin, 20 April 2020 | 17:59 WIB
Film 'Gaslight' (1944). (Foto: Vox)

Ilustrasi depresi

Menurut Arkansas Coalition Against Sexual Assault (ACASA), tonic immobility atau kelumpuhan sementara yang dialami sebagian korban perkosaan berhubungan dengan aktivasi hormon tertentu, salah satunya corticostereoid yang mengambil peran besar dalam mereduksi energi yang mereka miliki.

Makanya, pada sebagian kasus, tubuh korban kaku sepenuhnya dan mereka enggak bisa melawan.

Selain kelumpuhan sementara, Moller dan tim juga menemukan potensi depresi akut hingga gangguan stres pascatrauma (post-trauma stress disorder; PTSD) yang lebih besar pada korban perkosaan yang mengalami tonic immobility dibanding mereka yang enggak mengalaminya.

Baca Juga: 5 Penjelasan Tentang Pelecehan Seksual dan Perkosaan yang Wajib DIketahui!

Menghadapi Stigma

Ilustrasi Bullying

Sayangnya, banyak korban yang enggak menyadari bahwa kelumpuhan sementara bersifat alami dan spontan sehingga mereka cenderung menyalahkan diri sendiri dan enggan melapor kepada orang terdekat atau pihak berwajib.

Parahnya lagi, berbagai pertanyaan seperti, "Kenapa enggak menghindar?" atau, "Kok, enggak kamu lawan saja?" masih sering dilontarkan saat korban sudah berinisiatif melaporkan kejadian yang mereka alami.

Akhirnya, korban justru disalahkan karena dianggap memberi celah kepada pelaku untuk melancarkan aksinya.

Hal tersebut ironis, mengingat bahwa dari penelitian Moller dan tim, ditemukan 7 dari 10 perempuan korban perkosaan yang mereka teliti merasakan kelumpuhan sementara saat kejadian.

Baca Juga: 3 Pemahaman yang Salah Soal Kasus Perkosaan dan Kenapa Selalu Perempuan yang Disalahkan

Selain penelitian dari Swedia, banyak penelitian dari negara-negara lain dengan rentang waktu yang berbeda menunjukkan fenomena serupa, meski hasil temuan mereka belum disosialisasikan secara umum kepada masyarakat.

Akibatnya, stigma dan upaya menyalahkan korban masih terus berlangsung dan dianggap lumrah.

Nah, kalau ada di antara kita yang pernah mengalami hal tersebut, laporkan ke pihak berwajib atau konsultasi ke berbagai komunitas konseling, penyintas, dan lembaga bantuan hukum (LBH) terdekat, atau hubungi melalui kontak:

  1. Yayasan Pulih: 021-78842580, pulihcounseling@gmail.com
  2. LBH Apik Jakarta : 0813 888 22 669, apiknet@centrin.net.id
  3. SAPA Indonesia : 021- 5853849, sapa.indo@gmail.com
  4. Komnas Perempuan: 021-3903963
  5. Komnas Perempuan & Anak RI : 0821 2575 1234

Ingat kalau kita enggak sendirian dan sebaiknya selalu saling mendukung ya, girls.

(*)