Remaja Harus Tahu tentang Consent untuk Cegah Kekerasan Seksual!

By None, Sabtu, 12 Juni 2021 | 12:25 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (hrexecutive.com)

CewekBanget.ID - Maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual mungkin membuat kita banyak mendengar kata consent dalam setiap pembahasannya.

Pasalnya, consent atau konsensual dari seluruh pihak dalam sebuah hubungan penting untuk mencegah terjadinya kasus pelecehan dan kekerasan.

Meski istilah ini khususnya merujuk pada aktivitas seksual, consent sebetulnya penting untuk diingat dan diterapkan dalam setiap aspek hubungan.

Jadi, sebagai remaja, sudahkah kita tahu apa itu consent dan seperti apa saja bentuk pelanggaraannya?

Baca Juga: Awas, 6 Hal Ini Termasuk Aktivitas Kekerasan Berbasis Gender Online!

Consent

Consent berarti persetujuan, khususnya berkaitan dengan aktivitas seksual.

Pasalnya, jika enggak memiliki consent, maka tindakan tersebut tergolong pelecehan atau kekerasan seksual.

Fyi, batas antara aktivitas dan kekerasan seksual itu ada pada consent, sebab consent adalah persetujuan keterlibatan diri dalam situasi atau aktivitas seksual. 

Consent harus dimiliki dari semua pihak yang terlibat dalam sebuah hubungan; hal ini termasuk hubungan pernikahan yang sudah terikat secara hukum, ya.

Pelanggaran Consent

Sebuah hubungan atau aktivitas dalam hubungan disebut konsensual ketika seluruh pihak sama-sama memberikan consent atau persetujuan secara sadar dan enggak mengubah lagi pemikirannya sebelum aktivitas berlangsung.

Jadi, jika salah satu pihak keberatan atau enggak memberikan persetujuan, bahkan enggak bisa memberikan persetujuan secara sadar seperti saat sedang mabuk atau tidur, maka pihak lain enggak boleh memaksakan aktivitas tersebut.

Ketika salah satu pihak awalnya memberikan consent tapi kemudian berubah pikiran di tengah jalan, pihak lain juga enggak boleh memaksa untuk tetap melanjutkan aktivitas tersebut.

Selain itu, consent yang diberikan pada suatu hari oleh seseorang bukan berarti membuka jalan untuk selalu melakukan aktivitas tanpa persetujuan orang tersebut, ya.

Aktivitas dalam hubungan, khususnya aktivitas seksual, hanya boleh dilakukan setelah pihak yang terlibat memberikan persetujuan dan enggak menarik lagi consent yang diberikan serta enggak dipaksa untuk menyetujuinya.

 

 

 

Masalah Kekerasan Seksual di Indonesia

Sayangnya, di Indonesia kekerasan seksual terjadi karena banyak orang enggak memahami consent.

Data riset global menunjukkan, anak-anak dan remaja yang memahami consent dapat menghindari dan menolak kekerasan serta pelecehan seksual dari orang lain.

Banyak kasus terjadi karena pihak tertentu, biasanya cowok, enggak paham konsep consent dan mengira bahwa seseorang yang diam tanpa mengatakan 'iya' atau 'enggak' atas perbuatannya otomatis memberikan consent, padahal enggak demikian halnya.

Begitu pula saat kita mampir ke kediaman seseorang, hal tersebut enggak lantas merupakan consent dari kita agar ia dapat melakukan apa saja kepada kita, apalagi berkaitan dengan aktivitas seksual yang enggak kita sepakati dengan orang tersebut sebelumnya.

Selain itu, yang harus juga diingat adalah orang yang pernah melakukan hubungan atau aktivitas seksual sebelumnya bukan berarti enggak perlu memberikan consent untuk hubungan berikutnya.

Baca Juga: Awas Kekerasan Berbasis Gender Online, Jaga Privasi Kita di Medsos Ya!

Jangan Menduga-Duga tentang Consent

Ilustrasi pelecehan seksual

Consent enggak bisa didapatkan sekadar dari asumsi dan gestur tubuh atau reaksi biologis seseorang, melainkan harus tampak dan disampaikan secara sadar dan jelas oleh pihak yang dimintai persetujuan.

Banyak orang hanya menduga-duga, seperti bersentuhan fisik yang dianggap sudah memberikan consentpadahal enggak ada hubungannya sebab consent harus melalui klarifikasi kembali dari pihak terkait.

Jadi siapapun dari kita harus belajar mengenai consent untuk mencegah kekerasan seksual, ya.

Sosialisasi dan keterlibatan semua pihak penting untuk lebih memahami pentingnya consent, sebab tanpanya hubungan menjadi persoalan kontrol dan kekuasaan yang mengarah pada bentuk kekerasan.

 

(*)