Memaksakan Optimisme kepada Orang Lain
Ini bukan berarti kita enggak boleh berpikir positif atau optimis lho, girls.
Malah, kadang kita membutuhkan sudut pandang positif dan boleh mendukung orang lain agar merasa lebih positif saat dilakukan dengan benar dan ketika memang dibutuhkan.
Kalau kita hendak menjauhi perasaan negatif karena situasi yang dihadapi memang enggak terkontrol pun, sebetulnya enggak masalah karena perasaan yang membuat kita enggak nyaman itu kadang enggak dapat membantu kita untuk menyelesaikan atau keluar dari masalah.
Yang jadi persoalan dari toxic positivity adalah ketika kita menuntut orang lain untuk sama-sama merasa positif dan mengkritisi mereka kalau sampai merasa enggak nyaman dan dilanda emosi negatif yang enggak terhindarkan.
Ingat, kita enggak berhak untuk mengatur cara orang lain merasakan atau memandang sesuatu.
Menerima Perasaan Enggak Nyaman
Kita harus bisa menerima kenyataan kalau hidup enggak selalu positif dan enggak dapat berharap diri kita atau orang lain dapat merasakan optimisme setiap saat.
Misalnya, orang yang mengalami gangguan kecemasan tentu lebih rentan merasakan emosi negatif sehari-hari.
Kalau kita menuntut orang lain untuk selalu merasa positif, ini bisa membuat kita enggak punya toleransi dan membuat orang lain menghindari dan menekan perasaan negatif bahkan tanpa disadari.
Baca Juga: Terjebak Toxic Relationship? Psikolog Jennyfer Jabarkan Alasannya
Dampak Toxic Positivity
Menekan dan memendam emosi sama sekali bukan hal yang baik untuk dilakukan.
Kita bisa sampai kehilangan kendali atas emosi kita sendiri kalau terlalu sering mengabaikan dan memendam emosi hanya karena enggak pengin tampak negatif.
Memendam emosi juga dapat menyebabkan stres dan membuat kita terbiasa menutupi masalah sehingga kita malah enggak dapat menyadari tanda bahaya yang sebetulnya terlihat kalau kita enggak menahan emosi negatif.
Jadi hindari toxic positivity yang bisa jadi merugikan diri sendiri dan orang lain, ya.
Merasakan emosi negatif itu hal yang manusiawi kok, selama dilakukan dalam batas wajar.
(*)