Ketika peti dibuka, reaksi para peserta beragam. "Ada yang menangis karena calustrophobia, ada yang tertidur, ada yang bangun dengan perasaan gembira, tapi ada juga yang langsung selfie," kata Huguier.
Huguier menambahkan, para peserta mengaku terapi ini membuat mereka merasa lebih baik. "Kepala pusat terapi itu mengatakan, 'Sekarang kalian tahu seperti apa kematian. Kalian hidup. Berjuanglah untuk Korea'.
Huguier mengatakan, "pengalaman mati" mungkin hanya ada di Korea Selatan. "Di tempat lain orang akan pergi ke psikolog, tapi enggak ada pengalaman seperti ini," ujarnya.
Terapi tersebut memang cukup berguna karena ada dalam satu kelompok besar dan saling berbagi pengalaman. "Kalau tidak begitu, orang yang berbaring di peti mati akan terlihat seperti orang gila," katanya.
(sumber: lusia/health.kompas.com. foto: francoise huguier)