13 Fakta di Balik I-Doser, Aplikasi yang dibilang 'Narkoba Digital' (Bagian 2)

By Astri Soeparyono, Senin, 12 Oktober 2015 | 17:00 WIB
13 Fakta di Balik I-Doser, Aplikasi yang dibilang 'Narkoba Digital' (Bagian 2) (Astri Soeparyono)

Narkoba digital? Apa itu? Sebuah aplikasi smartphone yang namanya I-Doser disebut-sebut bisa bikin ketagihan sampai dibilang narkoba digital. Bener enggak sih ini narkoba dan bisa bikin ketagihan? Simak 13 fakta di balik I-Doser, aplikasi yang dibilang 'narkoba digital' ini.

(Baca juga: 13 Fakta di Balik I-Doser, Aplikasi yang dibilang 'Narkoba Digital', Bagian 1)

Walaupun di Indonesia baru ramai sekarang, I-Doser ini bukan aplikasi baru. Malah, pada tahun 2010, I-Doser viral di Amerika karena kekhawatiran yang sama seperti di Indonesia sekarang. Kekhawatiran ini banyak dilaporkan guru dan orangtua siswa. Bahkan di tahun 2010 ini, I-Doser atau disebut dengan kegiatan I-dosing ini udah banyak dilakukan remaja bertahun-tahun sebelumnya.

 

I-Doser semakin banyak diomongin karena banyak remaja yang upload video mereka sedang mendengarkan I-Doser dan kelihatan seperti sedang menggunakan narkoba. Tapi, Carl Harvey seorang pemerhati berbagai jenis suara dan mengelola BinauralBeatsGeek.com mengatakan kalau banyak video di YouTube ini hanya hoax. Reaksi yang direkam para remaja ini hanya mengikuti tren pada tahun 2010 tersebut dan berpura-pura. Menurut Carl, I-Doser bisa membantu seseorang untuk tidur siang tapi enggak memberikan efek seperti narkoba.

 

(Baca juga: Manfaat Musik buat Mood Kita)

 

Banyak juga yang berpendapat kalau semua video YouTube dan berita bahka I-Doser setara dengan narkoba ini menguntungkan produsen dan digunakan sebagai metode promosi. Semakin banyak yang bilang kalau aplikasi ini bikin ketagihan, semakin banyak yang download. Sementara menutip dari situs washingtonpost.com yang sembilan reporternya mencoba I-Doser mengatakan kalau empat orang enggak merasakan apa-apa. Yang lain komentarnya beragam, seperti, minum kopi bisa membuatnya lebih segar. Ada juga yang berkomentar kalau ia pusing seperti mendengarkan suara mesin penyedot debu.

 

Kementerian Komunikasi dan Informasi sedang mengevaluasi keberadaan aplikasi I-Dose ini. Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan kalau nantinya terbukti membahayakan, pihaknya pasti akan memblokirnya.

(Baca juga: Boost Your Mood With Music Therapy)

Dari keterangan Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara kepada Kompas.com, ia meyakini anggapan yang menyamakan aplikasi I-Doser hanya masalah sugesti. Ia yakin pengguna aplikasi tidak akan terganggu pikirannnya bila menganggap aplikasi tersebut biasa-biasa aja. "Karena itu kita juga harus konsultasi dengan psikolog. Karena ini menyangkut sugesti. Yang tahu itu mereka," katanya.

Pendapat Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara ini hampir senada dengan ahli otak manusia, Daniel Levitin, dari McGill University, Montreal. Ia meneliti efek musik pada otak manusa selama bertahun-tahun. Ia mengatakan kalau pada dasarnya music memang akan mempengaruhi mood manusia. Dan sebenarnya, dalam keadaan sehat, kita enggak memerlukan jenis binaural beats untuk memulihkan mood yang sedang jelek.

Dikutip dari washingtonpost.com, lebih lanjut, Daniel Levitin mengatakan kalau mendengarkan musik bisa memberikan efek yang sama pada otak seperti ketika seseorang melihat anak anjing yang lucu atau menikmati matahari terbenam. Intinya, shli otak manusia ini mengatakan kalau ada banyak hal gratis di dunia ini yang bisa membantu kita bikin good mood dan otak kita tenang.

Jadi, pilih mana, girls, gratis atau bayar?

(Baca juga: Cara Ampuh Usir Bad Mood dari Nina Dobrev)

(foto: buzzfeed)