Di Ujung Pelangi (Bagian 2)

By Astri Soeparyono, Kamis, 13 November 2014 | 17:00 WIB
Di Ujung Pelangi (Bagian 2) (Astri Soeparyono)

 

"Seandainya Mama tahu kalo Papamu selama ini sakit, Mama enggak akan melarang dia menemui kamu. Maafin Mama, Sayang," kata Mama. "Mama cuma takut kehilangan kamu. Sejak kami bercerai, Mama cuma punya kamu. Maafin Mama."

 

Tidak. Aku tidak menangis hari itu. Hari di mana kamu pergi dan di hari-hari berikutnya. Aku mencoba menjadi kuat. Itu kan yang kamu inginkan? Aku harus kuat untuk Mama. Jadi aku tidak menangis.

 

"Seta."

Aku mengangkat wajahku sewaktu mendengar namaku dipanggil. Mama berdiri di pintu rumahmu. Dia menatapku dengan mata yang basah. Dengan cepat mama melangkah ke arahku lalu menarikku ke dalam pelukannya.

"Aku kangen, Ma. Aku kangen banget," isakku di dalam pelukan Mama. Setelah sekian lama, akhirnya aku menangis.

"Mama tahu. Maafin Mama waktu itu selalu memarahi kamu setiap kali kamu menemui Papa. Maaf, Mama selalu berusaha memisahkan kalian. Maaf, Mama enggak menyadari kalian saling membutuhkan. Maaf." Mama masih memelukku erat. "Menangislah, Sayang. Jangan memendamnya terlalu lama. Kamu harus melepaskan semuanya. Let go."

 

"Jangan lakukan kesalahan yang sama denganku. Jangan mengusirnya dari hidupmu. Perpisahan kami adalah hal yang paling aku sesali dalam hidupku. Jangan biarkan dia pergi." Kamu kembali menoleh ke arahku.

"Tapi bahagiaku itu cuma Papa," kataku.

 

Sebelah tanganmu terulur, membelai kepalaku. "Bukan. Hati itu milik Tuhan. Kalo kamu menginginkan bahagia, mintalah padaNya. Hati itu ada di kamu. Bahagia atau tidak, tergantung dari pilihanmu, permintaanmu. Kita ini fana. Kalo kebahagiaanmu hanya aku, bagaimana jika aku harus pergi?"

 

(Baca juga: Di Ujung Pelangi Bagian 2)

 

(Oleh: Nina Rahardjo, foto: giphy.com, tumblr.com)