Kirei Na Namida

By Astri Soeparyono, Sabtu, 7 September 2013 | 16:00 WIB
Kirei Na Namida (Astri Soeparyono)

Maka usai jam sekolah, Lili pergi ke belakang kantin. Tempat itu sepi. Hanya tanah lapang yang terhampar dan beberapa pohon besar.

Dekat dengan sebuah pohon paling besar,  Lili berteriak. Tapi tak ada orang  lain di sana. Hanya ada sebuah lipatan kertas  yang sudah di sobek kecil-kecil  olehnya. Sobekan kertas itu ditimpukinya dengan batu krikil. Sobekan kertas yang ingin ia contek.

Satu dari banyak kertas yang dipakai oleh ia dan teman-temannya mencontek. Kertas-kertas yang membuat Enik Sensei menangis.

Hatinya terasa hancur. Tidak ada yang bisa mengerti. Hanya dirinya yang melihat Enik Sensei menangis. Hanya dia, teman-temannya yang lain tidak.

Dan setelah Enik Sensei keluar dari kelas, seisi kelas malah mencontek dengan terang-terangan. Ini memang hal biasa. Pemandangan biasa bagi Lili dan teman-temannya, meski Lili tidak biasa mencontek. Tapi bagi Enik Sensei? Bagi seorang guru yang benar-benar percaya kepada muridnya...ini adalah hal yang pahit.

Sepahit mulut Lili untuk mengatakan kebenaran. Mengatakan apa yang ia lihat kepada teman-temannya, kepada Suti.

"Kau melihat Ibu menangis?" Suara dari belakang menghentakkan Lili. Ia ragu untuk membalikkan tubuhnya. Itu jelas...suara Enik Sensei. "Ibu tahu sejak lama. Hanya saja Ibu menutup mata untuk tidak percaya."

"Kenapa Ibu tidak memarahi kami?"  Lili masih belum membalikkan tubuhnya.

"Karena ibu ingin kalian sadar...."

"Dan kami enggak pernah sadar, iya, kan, Bu?"

"Belum, bukan tidak...."

"Tapi kenapa tadi Ibu menangis? Kenapa Ibu enggak menghukum Suti? Kenapa Ibu enggak menghukum saya? Kenapa Ibu enggak menghukum kami?" Enik Sensei membalikkan tubuhnya. Kini Lili dan Enik sensei saling membelakangi.

Enik Sensei berusaha tersenyum, "Ibu percaya kalian akan sadar."

Di balik tembok belakang kantin, sepasang mata mengamati mereka. Mata yang bulat dan terus menatap. Di dalamnya, ada kaca-kaca yang akan jatuh dan menetes. Suti. Ada penyesalan yang besar di hatinya.

Bukankah airmata penyesalan adalah airmata paling cantik?

Ya, airmata yang cantik, kirei na namida.

(oleh Rizki D Utami, foto: weheartit.com)