Rayya menggeleng pelan. "Males."
"Apa, sih, yang bikin kamu enggak males selain nulis, film dan ngerajut?"
Rayya hanya nyengir mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Memang kamu udah ngerjain?" tanya Rayya.
"Belum, makanya aku tanya kamu. Kalo kamu udah, kan, aku mau nyontek. Eh, ternyata kamu juga belum ngerjain. Ya udah deh, aku mau nyontek Gandhi aja."
"Dasar!"
"Biarin! Eh, kamu enggak nyontek Gandhi? Pasti dibolehin, kamu, kan, pacarnya." goda Ivany sambil menyolek bahu Rayya.
"Apaan sih! Malu, ah, nyontek pacar sendiri. Mending nyontek yang lain aja."
"Huuu, dasar! Tapi kenapa kamu enggak ngerjain PR bareng dia aja, sih. Belajar bareng gitu, pasti asyik dan yang pasti so sweet. Hi-hi...."
"Enggak ah, kasian dianya kalo ngajarin aku yang lola gini. Lagian Gandhi kan sibuk, Van. Persiapan lomba ini itu. Debat, karya ilmiah, siswa teladan, terus apa lagi itulah aku enggak tau."
"Oooh, jadi kesepian nih ceritanya...." goda Ivany lagi.
"Apaan, sih!"