Tetapi tidak.
Potongan-potongan xiao long bao hampir habis. Tak ada kelanjutan pembicaraan yang muncul. Tak juga telepon genggam atau apalah itu dikeluarkan.
Pintu cokelat dengan tempelan ornamen-ornamen Cina itu kembali terbuka. Sosok yang aku rasa familiar memasukinya.
"Ini, ambil Andara."
Laki-laki, dengan sepertiga dari rambutnya sudah dipenuhi uban menyodorkan kantongan kertas dengan kata ZARA tercetak pada bagian depannya.
Ketika Andara masih bingung hendak berkomentar apa, laki-laki itu membungkukkan badan. Membisikkan sesuatu pada telinga ibundanya.
Bukan, ini bukanlah laki-laki lain yang berperan sebagai selingkuhan. Ini ayahnya. Ia kembali lagi setelah tadi tiba-tiba saja pergi meninggalkan ruangan.
Rupanya sang Ayah ingin membelikan Andara pakaian baru. Dan yang menjadi highlight di sini ialah apa yang terjadi sesudahnya.
Mereka berangkulan. Ayah dan Ibundanya. Tersenyum pada Andara. Lalu secara magis, konversasi mulai dibuka.
"Kamu suka bajunya? Maafin Ayah dan Bunda berantem terus ya, Ndar."
***
Kita tak pernah tahu apakah mereka berbohong atau tidak. Menutupi atau tidak. Berpura-pura atau tidak. Yang kita tahu, saat itu lengkungan bibir kita tak kuasa untuk ikut membentuk senyuman. Yang kita tahu, kita hanya berharap kejadian ini nyata. Dan pertengkaran memang tak pernah ada.
Samar-samar kulihat keluarga itu kini ganti tersenyum. Aku memang sudah harus berpindah, mengikuti bocah laki-laki yang memilikiku. Mungkin pulang ke rumah,atau mungkin berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan lain.
Tapi bagaimana pun juga aku selalu tersenyum ketika melihat keluarga yang bahagia. Orangtua yang mau mengalah demi kebahagiaan anaknya. Termasuk dengan menyingkirkan pertengkaran yang ada.
Maka seperti yang kau tahu, aku sekarang ini tersenyum.
Atau tertawa kalau bisa. Tertawa dalam arti yang positif.
*****