"Ada apa, Bu?" tanyanya dengan sopan dan ramah. Ibu itu menyerahkan selembar uang lima ribu yang dia temukan tadi. "Maaf, Bu! Dagangan saya sudah habis."
"Bukan begitu, Pak! Ini buat Bapak saja. Saya tadi menemukan ini di jalan. Saya pikir daripada bikin masalah lebih baik disedekahkan saja, "jelas Ibu itu.
"Terima kasih banyak, Bu!" jawab penjual siomai itu dengan sangat senang.
"Mungkin itu rezeki Allah, Pak. Walau Cuma lima ribu."
*****
"Terima kasih, ya, Gendis! Kamu sudah banyak bantu, Bapak," ujar Bapak penjual siomai pada seorang gadis manis di depannya. Gadis bernama Gendis itu tersenyum manis semanis namanya.
"Tidak apa-apa, Pak. Gendis senang, kok, bisa bantu Bapak. Ya, Cuma ini yang bisa saya lakukan. Bantu bersihin piring, bikin bumbu kacang," ujar Gendis cerita.
"Bagaimana keadaan Ibu kamu, Nak?" Tanya. Wajah Gendis yang ceria berubah seketika menjadi muram. Ada hawa kesedihan di tatapan matanya.
"Belum. Gendis sama adik sudah mengumpulkan uang buat berobat Ibu. Tapi masih kurang," jawab Gendis. "Tapi Gendis enggak putus asa. Besok Gendis mau cari uang lebih banyak lagi."
Bapak penjual siomai itu merogoh sakunya. Ditatapnya selembar uang lima ribuan di tangan kanannya. Mungkin uang itu akan lebih baik bila berada di tangan Gendis. Setidaknya uang yang tak jelas pemiliknya ini masih bisa berguna bagi nyawa seseorang.
"Gendis, Bapak tadi dapat rezeki lebih. Enggak banyak, Cuma lima ribu. Tapi Bapak harap jumlah yang sedikit ini bisa berguna buat pengobatan ibu kamu. Maklum, Bapak sendiri juga enggak punya uang. Cuma ini yang bisa Bapak beri." Ujar Bapak penjual siomai itu iklas.
"Alhamdulilah, ini benar buat saya, Pak?" Tanya Gendis meyakinkan diri. Bapak itu mengangguk pelan. "Alhamdulilah, Ya Allah! Buat saya, selembar uang lima ribu ini sudah berkah yang begitu besar. Terima kasih banyak, Pak!" ujar Gendis penuh syukur. Dipandanginya selembar uang lima ribuan itu bagai melihat puluhan juta di genggamannya. Dalam hatinya berkata penuh syukur,"Ibu... akhirnya Gendis bisa bawa Ibu berobat."