7 Langkah Mudah Untuk Menulis Novel Remaja Genre Distopia

By Ifnur Hikmah, Rabu, 25 Oktober 2017 | 07:27 WIB
Foto: telegraph.co.uk (Ifnur Hikmah)

Novel genre distopia memang asyik untuk dibaca karena menyuguhkan aksi seru, dan kadang terjadi di masa depan atau di dunia lain yang berbeda dengan yang kita kenal sehari-hari.

Sudah banyak novel distopia yang terkenal, dan beberapa diangkat jadi film atau serial TV. seperti The Hunger Games, The Giver, The Maze Runner, Divergent, The Mortal Instrument, dan lain-lain.

Menulis novel distopia tentunya menantang banget. Di Indonesia sendiri, novel distopia memang masih jarang, tapi bukan berarti kita enggak bisa mencoba menulisnya.

Untuk yang pengin menjadi penulis, berikut tujuh langkah mudah untuk menulis novel remaja genre distopia. selama menulis.

(Baca juga: Ciri-Ciri Cerita Distopia)

Untuk menarik perhatian pembaca, kita harus memilih kata yang tepat untuk judul. Umumnya, novel distopia memiliki judul yang simpel, terdiri atas dua atau tiga kata.

Untuk judul, Pilih kata yang enggak merujuk ke gender tertentu sehingga pembaca jadi bertanya-tanya novel ini lebih ditujukan untuk cewek atau cowok?

Umumnya, novel genre distopia enggak berdiri sendiri melainkan berupa serial. Soalnya, cerita yang kompleks seringkali dirasa enggak cukup jika hanya disajikan dalam satu buku saja.

Jika ide kita panjang, enggak masalah untuk membaginya ke dalam beberapa buku.

Jangan memaksakan semua masalah ke dalam satu buku karena bisa bikin pembaca jadi bingung dan kita pun mengalami keterbatasan dalam mengeksplorasi ide yang dimiliki.

Meski membuat dunia baru atau memakai kota atau negara yang sudah ada, dunia yang dihadirkan dalam novel distopia adalah sesuatu yang baru.

Alias dunia yang sangat berbeda dengan yang kita kenal. Perlu diingat bahwa distopia merupakan gambaran dunia dengan kehidupan yang sangat buruk, serba kekurangan dan tertekan. (Untuk lebih jelasnya tentang Distopia, bisa baca di sini).

Sebelum mulai menulis, penting untuk membuat penjelasan lengkap tentang dunia distopia apa yang kita inginkan. Termasuk penyebab kenapa keadaan seperti itu bisa terjadi. Ini akan jadi pijakan kita selama menulis cerita agar fokus enggak bergeser.

Memilih nama memang susah-susah gampang. Nama ini enggak bisa asal-asalan karena sebuah nama harus bisa menggambarkan seperti apa karakter.

Nama yang terlalu melekat kepada sebuah image tertentu sebaiknya dihindari karena bisa membuat fokus pembaca teralihkan ke image tersebut. Selain itu, nama di novel distopia seringkali terdengar unik.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk membuat nama adalah mendata beberapa nama yang terdengar umum lalu mengacak, menambahkan atau mengurangi huruf di nama tersebut.

Kita juga bisa melirik ke sejarah tertentu lalu melakukan permainan huruf di dalamnya. Dan, tadaaa akan timbul nama yang unik.

Penting juga untuk diingat, sesuaikan nama dengan dunia yang kita buat. Nama tokoh utama biasanya terkesan kuat dan berani karena harus berjuang di dunia yang sangat menyedihkan tersebut.

Plot utama dari cerita distopia adalah perjuangan menuju kebahagiaan dan lepas dari dunia mencekam yang ditinggali. Tentunya, dalam perjuangan tersebut akan terjadi sub plot-sub plot di sekitar tokoh utama.

Seperti masalah keluarga, persahabatan, dan yang paling umum, kisah cinta. Karena itu, penting untuk memikirkan sub plot apa yang ingin kita hadirkan.

Tapi ingat, jangan sampai sub plot ini malah mengaburkan plot utama novel ini. Meskipun ada kisah cinta segitiga antara Katniss-Peeta-Gale, kisah cinta mereka enggak mengganggu fokus utama perjuangan Katniss dalam memimpin revolusi melawan Capitol.

(Baca juga: kenapa bisa muncul ide dystopia?)

Karakter utama adalah hal penting untuk diperhatikan. Umumnya, karakter utama cewek di novel distopia digambarkan kuat, mandiri, tapi juga cantik.

Beberapa karakter digambarkan jago menggunakan senjata dan enggak takut menghadapi kematian.

Sedangkan karakter cowok digambarkan setara dengan karakter cewek dan umumnya saling membantu dalam menjalankan misi mereka.

Hindari untuk membuat karakter yang terlalu sempurna. Menambahkan sedikit kekurangan atau kelemahan di diri karakter akan membuat tokoh tersebut terasa lebih manusiawi.

Pembaca jadi akan lebih mudah tertarik dengan tokoh dan mengikuti perjuangan mereka.

Tujuan dari cerita distopia adalah kemenangan di akhir cerita. Meski plot utama cerita kita adalah perjalanan menuju kemenangan tersebut.

Ketika membuat outline cerita, tetapkan kemenangan ini sebagai akhir cerita sehingga kita bisa menyusun alur yang dapat ditempuh tokoh-tokoh di dalam cerita dalam menuju impian ini.

Kemenangan enggak harus berakhir bahagia. Jika memang cerita kita menghendaki ada tokoh yang harus mati, enggak usah ragu untuk membunuhnya.

Daripada memaksakan semua tokoh tetap hidup dan berakhir bahagia sehingga membuat cerita jadi aneh, lebih baik mematikan tokoh.

Misalnya, Veronica Roth berani membunuh karakter Tris di akhir cerita setelah mereka meraih kemenangan.

(Sumber: telegraph.co.uk)