Dalam pengambulan keputusan, baik dalam tingkat keluarga atau desa, perempuan enggak punya peran apa-apa. Meski perempuan yang bekerja di ladang dan beternak, hasilnya tetap berada di tangan laki-laki.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu budaya patriarki yang dianut masyarakat Papua sehingga semua bidang kehidupan harus terpusat pada kekuasaan laki-laki, serta budaya denda yaitu semua persoalan dalam masyarakat harus diselesaikan dengan membayar denda berupa uang atau babi.
Sehingga, untuk membayar denda ini, perempuan dituntut untuk lebih menghasilkan banyak uang atau babi untuk keluarganya.
Anak perempuan dan perempuan dewasa di Papua juga terancam kurang gizi. Akibat banyaknya pekerjaan yang harus ditanggung, perempuan Papua memiliki pola makan dua kali sehari saja, karena mereka berada di kebun sepanjang hari.
Di samping itu, juga terjadi diskriminasi gender sehingga pola distribusi makanan antara laki-laki dan perempuan jadi enggak seimbang. Walaupun sebenarnya perempuan butuh makanan lebih banyak karena butuh energi banyak agar bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Karena itu, seringkali terjadi perempuan Papua mengalami kekurangan gizi.
(Foto: dok. Film Kembang 6 Rupa, dok. Film Tanah Mama, kompasiana.com)