MSF merupakan organisasi internasional dan ada perwakilan di setiap regional. Kalau Asia ada di Hong Kong. Perwakilan MSF di sana mendapat daftar dokter seperti apa yang dibutuhkan, lalu mereka merekomendasikan kita.
Setiap misi, biasanya memakan waktu enam bulan sampai satu tahun. Untuk di Yaman ini, aku sudah tiga kali menolak karena perangnya masih aktif dan aku takut enggak sanggup.
Begitu ditawari, kita bisa diskusi, dan kalaupun menolak, mereka akan menghargai itu. Ketika itu, aku mikir mereka pasti butuh banget, makanya sampai tiga kali menawariku. Akhirnya aku pun setuju.”
Meski Berat Tetap Bertahan
“Yang paling berat aku rasakan itu waktu di Yaman. Kalau di Pakistan, kan, itu dalam keadaan perang sudah selesai, jadi keadaan agak stabil. Kalau di Yaman itu perang masih aktif.
Aku cukup khawatir ketika datang ke sana. Dari ibukota Yaman ke Taiz, itu memakan waktu delapan jam dan ada banyak check point dan kami harus berhenti di setiap check point itu untuk pemeriksaan.
Selama tinggal di rumah sakit di Taiz, setiap malam aku selalu mendengar bunyi tembakan. Ranjau, bom, meriam, tembakan, itu sering banget kita dengar, sampai-sampai enggak bisa tidur.
Awal-awalnya aku enggak kuat, pengin pulang. Akhirnya aku ngomong sama bos MSF di sana kalau aku takut enggak sanggup. Sama beliau, aku diminta melihat pasien. Akhirnya aku keliling rumah sakit, terutama bagian anak-anak karena aku ditempatkan di sana.
Saat itulah aku sadar kalau mereka butuh banget dokter. Apalagi bangsal anak-anak ini masih baru, masih banyak yang harus diperbaiki. Itulah yang akhirnya membuatku bertahan.
Lama-lama, aku jadi menikmatinya, bahkan memperpanjang kontrak selama satu bulan. Di sana aku banyak bertemu dokter lain, terutama dokter Yaman yang pintar dan keren banget.
Ada satu pasien yang aku enggak bisa lupa. Namanya Malak, anak cewek usia sekitar tiga tahun. Dia mengalami malnutrisi parah sampai harus dirawat di rumah sakit sampai sebulan.
Ibunya suportif dia tinggal di rumah sakit, tapi namanya anak kecil, dia mungkin bosan, ya, jadi pengin pulang. Akhirnya aku janji bakalan nemuin dia tiap hari.