8 Tanda Kalau Teman Kita Selalu Pura-pura Jadi Korban untuk Menarik Perhatian, Padahal Enggak

By Averina Lita, Sabtu, 31 Maret 2018 | 12:45 WIB
wowkeren.com (Averina Lita)

Punya teman yang sering menyalahkan kita atau orang lain untuk kesalahan yang sebenarnya dia lakukan sendiri?  Atau memainkan peran sebagai korban demi menarik perhatian atau belas kasihan?

Mungkin sebenarnya dia sendiri enggak sadar berbuat kayak gitu, soalnya pura-pura jadi korban adalah sesuatu yang bisa bikin seseorang kecanduan kayak mengonsumsi junkfood. Efek buruknya baru deh, akan dirasakan di kemudian hari.

Ini dia 8 tanda kalau teman kita selalu pura-pura jadi korban, berikut apa yang bisa kita lakukan buat menolong mereka:

Ini adalah salah satu tanda yang paling dominan. Mereka enggak bisa menerima kenyataan kalau mereka juga menyumbang kontribusi dalam suatu permasalahan, dan enggak mau menerima tanggung jawab atas situasi tersebut. Akibatnya mereka malah menunjuk orang lain sebagai pihak yang pantas disalahkan dan kabur dari tanggung jawab.

Dalam kasus ini, mereka melepaskan kesempatan untuk berkembang secara mental. Mereka mungkin memang enggak bertanggung jawab penuh, tapi seenggaknya mereka harus bisa bertanya pada diri sendiri apa kontribusi mereka dalam masalah yang ada.

Pertanyaan ini bikin seseorang lebih bertanggungjawab, dewasa, dan bisa diajak kerja sama, sekaligus menghindarkan diri mereka dari situasi serupa di masa mendatang.

Mereka percaya kalau orang lain akan senantiasa memaklumi mereka, makanya mereka jadi enggak membuat kemajuan atau sesuatu yang berarti dalam hidup mereka. Hasilnya hidup mereka jadi stagnan. Waktu orang lain menanyakannya, mereka akan memberikan sederetan alasan kenapa enggak bisa maju, padahal sebenarnya karena mereka enggak berbuat apa-apa untuk memperbaikinya.

Kalau sudah begini, cara berpikir mereka yang harus diubah. Mereka harus yakin kalau sedikit aja perubahan dalam cara pandang mereka bisa menghasilkan sesuatu yang berarti. Kita bisa menolong mereka dengan membuat daftar hal yang bisa mereka lakukan buat mencapai sesuatu yang berarti dalam hidup mereka.

Mereka biasanya membawa dendam yang udah disimpan sejak lama sebagai sebuah senjata, kalau-kalau ada orang yang menuduh mereka melakukan kesalahan. Mereka akan menggunakan kejadian di mana mereka merasa disakiti sebagai alasan dari tindakan yang mereka lakukan. Rasa sakit hati dan dendam ini pada akhirnya jadi menghantui hidup mereka.

Masalah ini sebenarnya punya jalan keluar yang sederhana: lupakan dendam itu. Kita harus membuat mereka sadar kalau menyimpan dendam cuma akan berakibat buruk buat mereka dan enggak membantu sama sekali.

Bagi mereka, setiap keadaan dan semua orang adalah medan pertempuran. Mereka merasa terus-terusan diserang dari berbagai sudut. Di saat ada sekumpulan orang yang terlihat bisik-bisik, dia langsung meresa lagi diomongin. Kalau sudah begitu, mereka enggak ragu-ragu menyulut perkelahian dengan orang yang dirasa mengintimidasi mereka.

Mereka harus disadarkan kalau setiap orang pasti punya opini yang berbeda. Kritik dari orang lain enggak melulu beresensi menjatuhkan, tapi ada juga yang membangun. Orang lain juga belum tentu ngomongin mereka, melainkan bisa aja membahas urusan lain. Mereka sendiri yang punya kekuatan buat menentukan apa hidup mereka mau terus-terusan dikontrol orang lain atau enggak.

Mereka merasa mereka enggak bisa mengendalikan hidup mereka, makanya jadi bingung menentukan apa yang mereka inginkan, butuhkan, atau layak dapatkan. Kehidupan mereka dipenuhi hal yang sifatnya berulang dan pasif. Hal ini juga yang bikin rasa percaya diri mereka menurun dan menghambatkan perkembangan karakter. Bukan enggak mungkin mereka malah jadi depresi.

Rekomendasi utama adalah dengan mencari pertolongan dari psikolog atau tenaga profesional lain. Kita juga bisa merekomendasikan buku-buku yang bisa mengubah cara berpikir mereka. Ingat ya, proses ini butuh waktu, latihan, bahkan kegagalan dulu sampai bisa berhasil. Jadi kita juga harus sabar kalau mau membantu mereka.

Mereka tahu kalau sebenarnya mereka enggak mampu, tapi memilih untuk menutupi kekurangannya di depan orang lain, makanya jadi sosok yang manipulatif dan menghalalkan berbagai cara demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Biasanya mereka jadi sosok yang gampang curiga sama orang lain, merasa insecure, dan merasa penting buat up-to-date soal gosip terkini.

Jangan sampai kita ikut-ikutan bergosip sama mereka atau mendengarkan cerita bohong mereka tentang sesuatu atau seseorang, ya. Tunjukkan sama mereka kalau kita peduli dan mau mendengarkan mereka, tapi jangan mendukung aksi mereka berpura-pura jadi korban.

Selain enggak bisa percaya sama orang lain, mereka juga meyakini kalau diri mereka sendiri enggak bisa dipercaya. Karena itu, mereka jdi bikin asumsi kalau orang lain sama aja kayak mereka.

Yakin semua orang enggak bisa dipercaya? Kayaknya enggak juga, deh. Masih banyak kok orang yang bisa dipercaya. Hal inilah yang perlu kita tekankan ke mereka, kalau masih ada orang yang pengin mereka jadi lebih baik, serta bersedia menolong mereka.

Dalam hubungan dengan orang lain, mereka enggak punya batasan. Jadi enggak heran kalau misalnya diputusin sama pacar, mereka akan berusaha mengajak balikan bahkan sampai mengemis-ngemis. Ada dua reaksi yang mungkin timbul, pertama mereka menganggap ada yang salah dengan diri mereka, atau justru menyalahkan dan membuat berbagai tudingan terhadap pacarnya.

Solusinya gampang kok. Mereka harus mulai membuat batasan-batasan. Contohnya kayak apa yang boleh dilakukan orang lain sama mereka dan mana yang udah kelewat batas. Mereka juga harus belajar buat memahami kalau ada saatnya sesuatu bisa diperjuangan dan ada saatnya buat berhenti dan mengatakan “cukup”.