Cowok dan cewek sahabatan tanpa ada yang saling suka, mungkinkah? Sepertinya pertanyaan itu sering datang pada kita yang penasaran apakah beneran cowok dan cewek bisa beneran sahabatan dengan tulus.
Kalau kita pernah nonton film Love, Rosie yang diperankan oleh Lily Collins, diceritakan Alex dan Rosie bersahabat dari kecil, sering curhat dan main bareng, dan pada suatu hari mereka menyadari kalau sebenarnya mereka sudah lama saling jatuh cinta.
Atau film jadul tapi tetap jadi favorit banyak orang, When Harry Met Sally yang diperankan oleh Meg Ryan. Tokoh utama cowok, Harry beradu pendapat dengan Sally, yaitu apakah mungkin cowok dan cewek bisa bersahabat.
Harry mengatakan enggak mungkin tapi Sally sebaliknya. Sally percaya kalau cowok dan cewek bisa bersahabat tanpa ada perasaan lebih.
Lain lagi dengan film One Day yang diperankan oleh Anne Hathaway, kisah persahabatan antara Emma dan Dexter yang enggak pernah berakhir, sekalipun ketika mereka terpisah selamanya.
Namun kesamaan dari kedua film tersebut, cowok dan cewek enggak pernah benar-benar bisa hanya bersahabat. Pasti ada salah satu, atau keduanya, saling jatuh cinta.
Jadi, sebuah persahabatan antara cowok dan cewek benarkah bisa tulus tanpa ada perasaan lebih?
Pengalaman Mereka
“Aku punya sahabat cewek dari SMA, kita dekat dan sering curhat bareng. Kemana-mana juga bareng. Kalau ditanya sayang apa enggak sama dia, jawabannya ya sayang banget! Buat aku, dia prioritas segalanya. Tapi aku rasa ada perbedaan yang tipis antara sayang sama sahabat dan sayang pengin dijadiin pacar. Dia sahabatku tapi rasanya enggak mungkin kami jadian. Itu sudah prinsip aku sih enggak akan jadian sama sahabat sendiri.” (Andrew, 20 tahun)
“Kalau menurut aku, cowok dan cewek enggak mungkin bisa beneran sahabatan tanpa ada salah satu yang punya perasaan lebih. Kayak misalkan, kamu nyaman dengan seseorang, sering ketemu, sering jalan bareng, masa iya enggak punya perasaan lebih? Aku punya sahabat cowok dan awalnya aku memang suka sama dia, tapi dia enggak pernah tahu itu. Tapi setelah berteman cukup lama, aku memutuskan untuk enggak berharap jadi pacar dia. Aku lebih nyaman sebagai sahabatnya saja. Karena rasa sayang itu enggak harus selalu berakhir jadi pacar kan?” (Tiara, 18 tahun)
“Buatku, cowok dan cewek bisa sahabatan. Rasanya terlalu naif untuk berpikir semua harus berakhir dengan pacaran. Aku punya sahabat cowok dari SMP dan enggak pernah punya perasaan lebih padanya. Dari dia punya pacar sampai jomblo dan punya pacar lagi, ya kita tetap bersahabat. Aku pun enggak pernah berkeinginan jadi pacarnya.” (Jenna, 19 tahun)
Pernah kita merasa begitu menyayangi seseorang tapi enggak berniat untuk nge-date atau pacaran dengan dia? Itu yang dinamakan cinta platonis, cinta yang benar-benar tulus tanpa mengharapkan balasan yang lebih, cinta yang mengutamakan rasanya sendiri.
Kalau kita menonton film dan melihat sahabat yang berujung saling jatuh cinta, itu karena kita terbiasa disuguhkan cerita yang penuh drama agar terlihat menarik.
Seorang psikolog dari New York, Linda Sapadin, dilansir dari Psychology Today, mengungkapkan asumsi kalau cowok dan cewek enggak bisa bersahabat itu datang dari tradisi zaman dulu dimana cewek hanya berdiam di rumah dan cowok bekerja di luar rumah.
Tentu akan sulit menjalin sebuah pertemanan ketika cowok dan cewek jarang bertemu. Tapi berbeda dengan sekarang, cowok dan cewek bisa saling berbagi hobi dan kesukaan yang sama, bisa saling berdiskusi, jadi akan lebih mungkin untuk bersahabat.
Benar kalau sahabat juga bisa jatuh cinta, entah salah satunya, atau keduanya. Hanya saja, ketika waktu itu tiba, kita harus mengerti bahwa hubungan persahabatan itu enggak lagi murni.
Tentunya untuk jadian dengan sahabat sendiri banyak konsekuensi yang harus dipikirkan. Akan sangat indah kalau hubungan kita berjalan dengan lancar, tapi kalau enggak, kita akan kehilangan pacar dan sahabat dalam waktu bersamaan.
Seperti kata penyanyi Dave Matthews, “A guy and a girl can be just friends, but one point or another, they will fall for each other. Maybe temporarily, maybe at the wrong time, maybe too late, or maybe forever.”