Cerita 3 Cewek yang Pernah Mengalami Kejadian Horor & Menakutkan Saat Mendaki Gunung. Ngeri!

By Putri Saraswati, Rabu, 14 Februari 2018 | 14:40 WIB
foto: dok.pribadi (Putri Saraswati)

Aktivitas naik gunung kini memang sudah jadi lifestyle bagi banyak orang, terutama anak muda.

Hari libur tiba, para pendaki berbondong-bondong menggendong carrier dengan tujuan mencapai puncak.

Para pendaki menikmati suasana kebersamaan dan kehangatan antar satu sama lain.

Gunung yang dahulu sepi oleh pengunjung, kini jadi hiruk pikuk.

Tapi, percaya atau enggak, gunung sebagai alam liar dipercaya merupakan habitat dari berbagai makhluk astral.

Ini sebabnya di setiap gunung selalu ada aturan dan tata cara perilaku yang harus ditaati oleh calon pendaki untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya mengalami kejadian horor

Naas, enggak semua pendaki lolos dari godaan makhluk ghaib ini.

Berikut cerita 3 cewek yang pernah mengalami kejadian horor & menakutkan saat mendaki gunung. Ngeri!

Kejadian ini dialami oleh Deonisa Arlinta, anggota mapala (mahasiswa pecinta alam) Universitas Multimedia Nusantara.

Pada tahun 2014, dia beserta 20 orang pendaki lainnya mendaki Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Perjalanan dari basecamp sampai puncak itu lancar enggak ada kendala sama sekali. Ada sih serem-serem dikit karena aku memang percaya dengan hal-hal ghaib, apalagi ini di gunung. Cuma, saat naik enggak ada yang sampai mengganggu banget,” terang Intan, sapaan akrab Deonisa.

Tapi, perasaan itu kemudian berubah saat perjalanan turun siang hari.

Semua anggota berjalan berpencar dan Intan pun mulai berjalan seorang diri ketika sampai di daerah Pos Cemoro Sewu.

“Saking terkesannya oleh pemandangan di Lawu, aku sampai enggak sadar kalau udah terpisah. Tapi, ya santai aja lanjut jalan lagi.

Di tengah hutan aku lihat sosok yang mirip temanku. Aku panggil, dia enggak nengok dan malah keluar dari jalur utama.

Jalan agak jauhan, aku ketemu sama temenku yang lain. Dia ternyata juga liat temenku yang tadi dan dipanggil enggak nengok juga.

Nah, ngerinya pas sampai basecamp, kita baru tahu kalau ternyata temen yang tadi kita lihat itu sampai di bawah paling awal.

Setelah kejadian ini aku enggak berani jalan di gunung sendirian,” akhirnya.

Pengalaman mengerikan lain dialami oleh anggota mapala UMN, Indah Siauw (25) pada tahun 2013. Saat itu ia mendaki Gunung Sumbing, Jawa Tengah.

“Kita terjebak badai, otak rasanya udah pada beku semua. Pengin lanjut naik, tapi kita pikir itu sama aja cari mati.

Akhirnya kita cari tempat buat nge-camp. Pas di tenda duduk melingkar, temen aku disuruh hitung jumlah orang.

Entah kenapa hitungan dia kelebihan satu terus. Dia bilang temenku si A ada dua orangnya.”

Takut situasi jadi tambah menyeramkan, Indah dan rombongannya memutuskan untuk tidur. Pasalnya, tempat mereka nge-camp dikenal dengan sebutan Peken Setan atau Pasar Setan.

Kejadian ketiga dialami oleh Puspita Putri (24) saat mendaki Gunung Ciremai pada tahun 2011. Saat itu ia dan rombongan yang terdiri dari 5 orang memulai pendakian menjelang jam 5 sore. Mereka tracking cepat untuk mengejar sampai ke Pos Bapak Tere.

Sayangnya, lepas maghrib mereka tiba di Pos Kuburan Kuda. Konon pos ini diberi nama demikian karena dipercaya dahulu kuda milik tentara Jepang dikubur di sini.

“Kita enggak berhenti di situ sih, masih terus lanjut. Tapi, sekitar 500 meter dari situ, aku seperti denger ada yang jalan persis di belakang.

Saat pendakian itu aku jadi sweeper, jadi memang jalan paling belakang. Rombonganku yang lain udah di depan dan itu gelap banget.

Aku udah was-was, tapi masih mencoba untuk tenang.”

Puspita pun mendengar suara langkah itu untuk kedua kalinya. Dia memutuskan untuk berhenti sejenak sembari memindai lokasi. Tetap enggak ada apa-apa.

“Aku udah ketinggalan mungkin sekitar 6 meter dari rombongan.

Akhirnya aku kejar mereka. Nah, saat itulah aku denger bunyi ‘cetak cetuk cetak cetuk’, mirip tapak kaki kuda gitu, persis di sebelah kanan.

Aku langsung ngejar teman-teman di depan dan minta temen untuk gantian jadi sweeper,” kenang Puspita.

Sesampainya di Pos Pengasinan, Puspita pun menceritakan ke rombongan tentang suara tapak kaki kuda itu. Ternyata teman yang menggantikan posisinya sebagai sweeper juga mendenger suara yang sama.