Mereka dilempari batu dan helm. Remaja yang akrab disapa Omen ini lalu terjatuh dan sempat terseret oleh motor. Lepas dari motor, Omen kemudian dikeroyok oleh para oknum. Meski sempat dibawa ke klinik, nyawa Omen enggak bisa diselamatkan.
Fahreza meninggal pada Minggu (15/5) di RS Marinir, Jakarta Selatan. Dia diduga menjadi korban penganiayaan oknum polisi yang sedang mengamankan pertandingan. Rumor ini kemudian dibantah oleh Markas Besar Kepolisian. Saat itu Fahreza hendak menyaksikan pertandingan klub favoritnya, Persija, melawan Persela Lamongan di GBK.
Korban sempat menolak dibawa ke RS karena keterbatasan biaya. Ketika akhirnya sampai di RS Marinir, kondisinya sudah kritis dan enggak lama setelahnya dia meninggal.
Dilansir dari Kompas.com, Akmal Maarhali, Koordinator SOS, mengatakan kalau kejadian ini enggak bisa dianggap remeh atau disebut sebagai kecelakaan sepakbola. Pihak-pihak terkait harus menanganinya secara serius.
"Tak ada musuh dalam sepak bola. yang ada hanya rivalitas selama 90 menit di lapagan. Ini harus dipahami oleh semua elemen sepak bola di tanah air. Sepak bola adalah tempat hiburan, bukan pemakaman."
Selain pemerintah, kita sebagai penonton dan suporter pun harus turut andil dalam upaya menghapuskan insiden mengerikan ini. Mulailah memahami esensi sepak bola sebagai suatu hiburan dan olahrga yang menyenangkan. Bukan ajang adu hebat antar sesama suporter yang kemudian saling dendam dan menjadi penentu hidup dan mati seseorang. Pemerintah dan suporter harus sama-sama saling bantu berbenah soal penegakan peraaturan. Setuju?