Menjadi seorang guru itu bukan pekerjaan yang mudah. Selain memegang tanggung jawab mencerdaskan penerus bangsa. Dalam perjalanannya pun mereka harus menghadapi berbagai tantangan hidup yang bisa dengan mudah memperekecil niatnya untuk melanjutkan profesi.
Tapi kerasnya rintangan enggak menghalangi untuk terus menebar ilmu. Seperti kisah haru dan inspiratif 4 guru di Indonesia berikut ini.
Dalam sebuah foto yang diunggah oleh Wakil Bupati Kabupaten Sintang, terlihat seseorang sedang berusaha berjalan di atas jembatan kayu seadanya. Sosok itu adalah Lusia, guru di SD Negeri Nomor 27 Sungai Mayan, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Meski jarak dari rumahnya ke sekolah enggak terlalu jauh, tapi saat hujan dan banjir, Lusia harus membahayakan diri menyebrangi jembatan ala kadarnya tersebut.
Seorang guru di SDN 004 Filial Long Isun, Mahakam Hulu, Kalimantan Timur, Ovianus Madang, seringkali menggunakan uang pribadinya dan bahkan berutang dari warung sang ibunda untuk menanggulangi kebutuhan sekolah.
Ovianus sendiri sebenarnya bercita-cita menjadi polisi. Tapi karena melihat kondisi pendidikan anak-anak di Isun Lama yang menyedihkan, dia tergerak dan ikut merasa bertanggung jawab dengan masa depan anak-anak tersebut.
Berbekal ilmu pengetahuan yang dia dapat sewaktu duduk di bangku SMA, Ovianus bersama satu guru lain, Liling, menjadi guru tunggal di SDN 004 Fillial Long Isun.
Tahun 2014, harapan Indonesia akan kemajuan pendidikan dikuatkan dengan kehadiran sosok almarhum Een Sukaesih.
Wanita paruh baya ini dulunya lulusan IKIP Bandung, yang kini lebih dikenal dengan nama IPI Bandung. Namun setelah penyakit Rheumatoid arthritis menyerang tubuhnya, dia harus menjalani hari-harinya selama 27 tahun di atas tempat tidur.
Impiannya mengajar di sebuah sekolah pun pupus. Tapi, hal ini enggak mematahkan semangatnya untuk menebar ilmu. Dari tempat tidurnya, dia mulai mengajar anak-anak di lingkungan sekitarnya di Dusun Batu Karut, Sumedang, Jawa Barat.
Kisah Sarwendah Kongtesha (dulu 21 tahun) sempat viral pada tahun 2014. Di usia yang masih sangat muda, dia berani meninggalkan kenyamanyan hidupnya di kota Manado untuk menjadi guru di desa kecil di Pulau Adonara.
Setelah lulus dari Jurusan Matematika, Universitas Negeri Manado, Sarwendah mendaftar dalam program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Selama satu tahun, Sarwendah mengabdi mengajar dari pagi hingga petang demi memajukan pendidikan anak-anak di Pulau Adonara. Indonesia butuh banyak sosok seperti Sarwendah nih, girls.