Ngomongin soal narsistik, kadang kita cenderung fokus sama satu orang saja. Padahal sebenarnya, para narsistik ini bisa berkumpul dalam satu grup kemudian nge-bully satu orang sebagai korbannya, lho.
Secara teori menjadi korban dari kekerasan emosional oleh grup yang berisi orang-orang manipulatif ternyata bisa sama menyakitkannya seperti menjadi korban dari kekerasan fisik. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang menyebut bahwa social rejection atau ditolah dalam suatu kelompok bisa membuat bagian otak kita mengalami sakit secara fisik (Kross, et. all 2011).
Bullying yang dilakukan oleh sekelompok orang narsis ternyata bisa terjadi di berbagai tempat, seperti lingkaran pertemanan, keluarga, sekolah, hingga lingkungan kerja.
Parahnya, korban berpotensi akan mengalami kekerasan emosioanl, verbal, atau bahkan fisik. Korban biasanya akan disalahkan dan dijadikan kambing hitam oleh para pelaku bully tersebut.
(Baca juga: Curhat Cewek yang Di-bully Karena Enggak Mau Kasih Contekan)
Salah satu alasan para pelaku bully memilih satu orang menjadi korban adalah karena si korban secara enggak langsung ‘mengancam’ keberadaan mereka. Misalnya saja ‘mengancam’ dalam hal kepintaran, penampilan, kemandirian, kekayaan, atau hal-hal lain yang membut si pelaku iri dan takut pada korban itu.
Karena merasa enggak mau dikalahkan, akhirnya mereka pun mencoba untuk menghalangi si korban buat berekspresi dan menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya.
Dalam suatu kelompok, biasanya yang jadi korban ini adalah anak baru atau anak yang berani protes atas tindakan narsisitik yang di sudah kelewat batas. Cara memperlakukan si korban pun bermacam-macam. Kadang dia sering dimanis-manisin, padahal di baliknya mereka hanya pura-pura baik saja, hingga ke perbuatan yang secara nyata sengaja menghakimi si korban.
Pelaku bully ini pun juga lihai dalam membuat si korban untuk terdiam tanpa perlawanan.
Meski begitu, enggak semua grup berisi orang yang punya sifat narsis dan manipulatif, pasti ada salah satu atau minoritas yang menganggap hal itu salah dan enggak benar, tapi dia tetap diam dan enggak protes karena takut akan menjadi korban juga. Orang yang seperti ini dinamakan sebagai bystander.
Seorang bystander juga bisa mengalami bystander effect, di mana di merasa enggak perlu mengintervensi bullying yang terjadi di depan matanya, terutama ketika grupnya bertambah menjadi semakin besar, karena pendapat personal pasti akan ditolak (Hotensius & Gelder, 2014).
Jika kita menjadi salah satu korban bully di kelompok narsistik, maka kta pelru tahu kalau sebenarnya kita memiliki aspek dalam diri kita yang membuat mereka iri dan cemburu. Mereka menganggap bahwa kehadiran kita ‘mengancam’ mereka karena kita dianggap sebagai orang yang kuat dan lebih mampu dari mereka.
Jangan tinggal diam ketika kita menjadi korban. Segera cari lah perlindungi bisa dengan curhat ke orang tua, kakak, atau pun guru BK. Mereka akan membantu kita menghentikan masalah tersebut dan mengembalikan kepercayaan diri kita kembali.
(Baca juga: Update Versi Terbaru Tubuh dengan Berhenti Melakukan 5 Hal Ini. Lihat Hasilnya Selama Satu Bulan!)