Timeline Lengkap Skandal Narkoba yang Menimpa Park Bom ex 2NE1!

By Indah Permata Sari, Kamis, 26 April 2018 | 05:30 WIB
foto : koreaboo.com (Indah Permata Sari)

Ditambah lagi setelah diketahui kalau orang-orang di kejaksaan yang menangani kasus ini adalah Kim Soo Chang dan Kim Hak Ui. Saat itu Kim Soo Chang ditunjuk sebagai Wakil Kepala Jaksa ke-2 dan Kim Hak Ui adalah jaksa yang menangani kasus ini.

Mereka berdua dikenal dan dianggap sebagai pihak yang ‘memberikan’ perlakuan istimewa bagi selebritis. Dan Kim Soo Chang serta Kim Hak Ui ini keduanya pada akhirnya punya skandal sendiri dan sudah mengundurkan diri dari posisi mereka.

Dilaporkan juga kalau obat di kasus Park Bom bukanlah murni amfetamin. Deskripsi obat itu adalah adderall, yang mana kandungan amfetaminnya ada namun dosisnya lebih rendah. Fyi, adderall terkadang memang dikatakan sebagai amfetamin ketika dibicarakan di Korea.

(Baca juga : )

Dilansir dari laman , pada tahun 2014, empat tahun setelah kasus Park Bom, Yang Hyun Suk, CEO YG Entertainment memberikan pernyataan atas skandal Park Bom ini. Pernyataan Yang Hyun Suk adalah, “Seperti yang diketahui fans, Park Bom besar di Amerika sebelum debut dan dia punya mimpi untuk menjadi pemain sepak bola.

Saat pertandingan sepak bola dulu, dia menyaksikan kematian temannya di lapangan, dan setelahnya dia pun terpuruk dan sangat trauma yang diikuti juga dengan depresi. Bertahun-tahun lamanya, dia menjalani konseling dan pengobatan, dan juga mengonsumsi obat-obatan yang didapat dari sebuah rumah sakit universitas di Amerika.

Setelah insiden tersebut, Park Bom enggak bisa melanjutkan lagi karir sepak bolanya, dan dia pun ke Korea lalu audisi untuk YG.”

Yang Hyun Suk pun melanjutkan, “Karena adanya situasi ini, aku pun enggak punya pilihan untuk mengungkapkan hal bahwa Park Bom, hingga empat tahun lalu, dia masih mengonsumsi obat yang dirujuk dari rumah sakit universitas di Amerika itu.

Karena jadwal yang padat, dia neggak bisa kembali ke Amerika untuk sementara waktu, dan karenanya ibu serta neneknya yang menerima obat itu lewat paket kiriman. Dan kasus pun mencuat karena afetamin dilarang di Korea.

Beruntungnya, rumah sakit bisa memberikan laporan medis untuk investigasi dan kasus pun selesai tanpa adanya isu lebih lanjut.”