Jasad mengapung selama tiga-empat hari, kemudian tenggelam lagi karena gas-gas pembusukan sudah keluar dari tubuh dan jaringan kian hancur.
Dengan demikian, anggota tim SAR harus berurusan dengan berbagai kuman dan bakteri saat menemukan jenazah dan mengevakuasinya.
Salah satunya dengan Escherichia coli, yang bermanfaat untuk mengurai makanan di dalam usus besar manusia, tetapi bisa menyebabkan diare saat di luar.
Meski demikian, Oktavinda berpandangan, risiko kesehatan mereka yang terpapar dengan jenazah tak jauh berbeda dengan mereka yang tidak terpapar. Karena itu, risiko kesehatan tidak terkait dengan jenazah.
Baca Juga : Bolehkah Kamar Mandi Ada di Dalam Kamar Tidur, ini Jawabannya Menurut Ahli
”Kuman penyakit dalam tubuh orang meninggal biasanya juga sudah mati karena kuman hidup dalam darah. Tidak usah ada jenazah tenggelam pun kuman memang banyak di air dan udara,” paparnya.
Dari luar tubuh
Menurut Oktavinda, hal yang perlu diwaspadai tim SAR saat mengevakuasi jenazah adalah kuman serta bakteri yang berasal dari luar tubuh, terutama saat proses pembusukan berlanjut dengan campur tangan mikroorganisme dari lingkungan.
Apalagi jika jenazah sudah diangkat dari laut. Oleh karena bakteri dan kuman cenderung cocok dengan udara terbuka yang panas dan lembab.
Meski demikian, kewaspadaan terhadap berbagai penyakit dari infeksi harus ditegakkan karena kita tidak tahu yang bisa terjadi. Toh, memasang perisai untuk melindungi diri terhadap risiko kesehatan tidak merugikan.
Baca Juga : Pakai Blazer Senada, Siapa yang Lebih Kece Kate Middleton atau Meghan Markle?
Direktur Lembaga Eijkman Amin Soebandrio menganjurkan penggunaan alat pelindung diri yang lengkap bagi para petugas evakuasi jenazah. Alat pelindung diri itu minimal terdiri atas kacamata, masker, sarung tangan, dan apron (kain semacam yang digunakan koki pada bagian depan tubuh).