Ayudilamar sendiri berkolaborasi sama Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) yang memperjuangkan kesetaraan hak pada buruh. Untuk karyanya di Fashion ForWords, Ayudilamar membuat pakaian untuk 8 orang buruh pewakilan FBLP berdasarkan cerita mereka. Mereka bahkan juga jadi modelnya di pentas fesyen, lho!
Beda lagi sama A. Andamari yang menonjolkan cerita soal tubuh dan pakaian cewek yang selalu jadi objek, sehingga enggak bisa merasa aman, enggak bisa bergerak bebas, dan enggak bisa mengekspresikan diri.
Kalau Wangsit Firmantika lebih merekonstruksi pakaian cowok yang dicampurkan dengan unsur tutu dan boneka. Ini semua bermula dari keterbatasan variasi, bentuk, dan warna untuk fashion cowok. Wangsit Firmantika pengin mengubah pandangan masyarakat soal cowok yang harus bisa terlihat kuat, kasar, jorok, atau kekar, tapi bisa juga menangis, suka masak, atau terkait sama kesan yang feminin.
Lain lagi sama koleksi Kolektif As-Salam yang menawarkan pakaian muslim sehari-hari yang lebih bervariasi dengan desain lambang dan pesan progresif, dengan dan tanpa hijab.
Penasaran dengan rangkaian acara di Fashion for Words? Sebenarnya, Fashion for Words sudah dimulai sejak 27 April 2019 lalu yang mengelar konferensi pers, pembukaan, serta pentas fesyen. Ada pula workshop sulam pada tanggal 4 Mei 2019 dan workshop sablon dan diskusi di tanggal 12 Mei 2019.
Namun bukan berarti kita ketinggalan keseruannya, nih! Di tanggal 18 Mei 2019 nanti, kita bisa ikutan talkshow barengan para seniman serta melihat acara penutupan yang meriah. Belum lagi kita masih bisa melihat pameran Fashion for Words yang sudah dimulai dari tanggal 30 April hingga 18 Mei 2019 nanti.
Jadi tunggu apa lagi? Yuk segera datangi Cemara 6 Galeri-Musem di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta, girls!
Penulis | : | Marcella Oktania |
Editor | : | Marcella Oktania |
KOMENTAR