Selain itu, lanjut Asri, Bina Marga juga memberikan acuan panjang kritis kelandaian.
Jika jalan tersebut direncanakan dengan kelandaian 10 persen, maka panjang kritis maksimumnya adalah 200 meter.
Setelah panjang tersebut, maka jalan harus diturunkan kelandaiannya dengan pertimbangan semua kendaraan dapat melintas dengan aman dan nyaman.
"Perencanaan ini tergantung dari klasifikasi kelas jalan dan kecepatan rencana jalan tersebut.
Jadi kalau di pegunungan, jalan direncanakan lurus dari atas sampai bawah, maka bisa jadi jalan tersebut tidak memenuhi kaidah teknis perencanaan untuk kelandaian maksimum dan panjang kritis kelandaian yang sudah ditetapkan oleh Bina Marga," papar Asri.
Dampaknya, bisa jadi kendaraan yang bermuatan akan kehilangan tenaga ketika menanjak, atau rem blong ketika di turunan.
Baca Juga: Dikabarkan 289 Siswa Papua Positif Covid-19 Pasca Dibuka Zona Kuning Belajar Tatap Muka
Kedepankan isu keselamatan
Pengamat transportasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Imam Muthohar mengatakan, pada perancangan geometrik suatu jalan, yang dikedepankan adalah isu keselamatan.
Oleh karena itu, jalan yang dibangun harus mampu melindungi para penggunanya.
"Pada saat memulai desain perlu diperhatikan aspek alinemen horisontal atau desain jalan lurus dan tikungan dan aspek alinemen vertikal desain kelandaian naik dan turun," ujar Imam, saat dihubngi secara terpisah, Kamis (13/8/2020).
Ia menjelaskan, masing-masing memiliki standar teknis dan aturan yang harus dipenuhi untuk memenuhi keselamatan dan kenyamanan dalam berkendara di jalan.
Penulis | : | None |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR