CewekBanget.ID - Girls, isu mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja ini memang sedang hangat diperbincangkan, ya.
Bukan tanpa alasan, hal itu karena Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang disahkan menjadi undang-undang oleh DPR melalui rapat paripurna DPR RI pada Senin (5/10/2020), menuai perdebatan dan penolakan.
Mengatur tentang ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup, UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Baca Juga: 3 Gaya High Fashion Kekinian Natasha Wilona dengan Knee High Boots!
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai wakil pemerintah Indonesia mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga.
UU Cipta Kerja mengubah sejumlah pasal dan poin dari UU Ketenagakerjaan, girls.
Yup! UU Ketenagakerjaan selama ini memang menjadi acuan bagi perusahaan dan pekerja.
Nah, adanya perubahan beberapa pasal pun menjadi perdebatan dan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Dilansir dari Kompas.com, ini pasal-pasal kontroversial dalam bab IV ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang perlu kita ketahui!
Baca Juga: Video Dirinya Bareng Camila Cabello Disebut Mirip Zombie, Shawn Mendes Ungkap Cerita Sebenarnya
1. Pasal 59
UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Sementara itu, sebelumnya di UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu (paling lama) satu tahun.
Pasal ini jadi kontroversi karena berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
Baca Juga: Cewek yang Tinggal di 7 Negara Ini Dikenal Paling Menarik & Charming!
2. Pasal 79
Hak pekerja mendapatkan hari libur sebanyak dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Baca Juga: Pakai 3 Hal Ini Sebagai Pengganti Primer Makeup, Mudah & Murah!
Sementara pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Belum lagi ada pasal 79 Ayat (4) yang menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Pasal 88
Selanjutnya, dalam UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.
Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Style Ranty Maria & Febby Rastanty Saat Bareng Verrell Bramasta. Cocokan Mana?
Tujuh kebijakan itu terkait soal (1) upah minimum, (2) struktur dan skala upah, (3) upah kerja lembur, (4) upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu, (5) bentuk dan cara pembayaran upah, (6) hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, dan (7) upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Dilansir dari Kompas.com, beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Baca Juga: 4 Tahun Jadian, Sheryl Sheinafia Posting Foto dan Cerita Pertemuan Pertama dengan Vadie Akbar
Pasal-pasal UU Ketenagakerjaan yang dihapus
Lewat UU Cipta Kerja, aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus.
Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga: Pakai 3 Hal Ini Sebagai Pengganti Primer Makeup, Mudah & Murah!
Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.
Namun, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.
UU Cipta Kerja juga menghapus hak pekerja/buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.
Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.
Baca Juga: Ide OOTD Pakai 6 Outfit Hitam Ala Adik Nikita Willy, Winona Willy. Kece Abis!
Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.
Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebutkan, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.
Dalam UU Cipta Kerja, Pasal 169 ini seluruhnya dihapuskan, girls.
Baca Juga: Zodiak Enggak Beruntung 5 - 11 Oktober 2020. Libra Dapat Banyak Tuntutan!
So.. gimana pendapatmu, girls?
(*)
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Pasal-pasal Kontroversial dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja"
Penulis | : | None |
Editor | : | Elizabeth Nada |
KOMENTAR