Banyak kasus terjadi karena pihak tertentu, biasanya cowok, enggak paham konsep consent dan mengira bahwa seseorang yang diam tanpa mengatakan 'iya' atau 'enggak' atas perbuatannya otomatis memberikan consent, padahal enggak demikian halnya.
Begitu pula saat kita mampir ke kediaman seseorang, hal tersebut enggak lantas merupakan consent dari kita agar ia dapat melakukan apa saja kepada kita, apalagi berkaitan dengan aktivitas seksual yang enggak kita sepakati dengan orang tersebut sebelumnya.
Selain itu, yang harus juga diingat adalah orang yang pernah melakukan hubungan atau aktivitas seksual sebelumnya bukan berarti enggak perlu memberikan consent untuk hubungan berikutnya.
Baca Juga: Pelaku 'Nayoung Case' Bebas 100 Hari Lagi, Bahaya Bagi Korban Kekerasan Seksual
Consent Bukan Dari Asumsi
Consent enggak bisa didapatkan sekadar dari asumsi dan gestur tubuh atau reaksi biologis seseorang, melainkan harus tampak dan disampaikan secara sadar dan jelas oleh pihak yang dimintai consent.
Banyak orang hanya menduga-duga, seperti bersentuhan fisik yang dianggap sudah memberikan consent, padahal enggak ada hubungannya sebab consent harus melalui klarifikasi kembali dari pihak terkait.
Jadi siapapun dari kita harus belajar mengenai consent untuk mencegah kekerasan seksual, ya.
Sosialisasi dan keterlibatan semua pihak penting untuk memasyarakatkan consent.
Pasalnya, tanpa consent, hubungan menjadi persoalan kontrol dan kekuasaan yang mengarah pada bentuk kekerasan.
(*)
Source | : | cnnindonesia.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR