CewekBanget.ID - Mungkin belakangan ini kita mulai melihat banyak orang melakukan tes swab antigen mandiri atau dibantu orang terdekat alih-alih tenaga profesional.
Baru-baru ini di media sosial juga ramai pembicaraan terkait kisah dari seorang dokter telinga, hidung, dan tenggorokan (THT).
Dilansir dari Kompas.com, dalam gambar tangkapan layar yang beredar, dokter THT itu menceritakan dirinya kedatangan pasien yang kebingungan karena terpapar COVID-19 dari temannya setelah melakukan saling swab dengan ketiga temannya tanpa bantuan tenaga profesional, dan ternyata salah satu dari mereka positif COVID-19.
Baca Juga: Datang ke Rumah Prilly Latuconsina Harus Swab Dulu, Tamu: Lo Repot Ya!
Padahal saat melakukan swab sendiri, enggak ada satu pun dari keempat orang itu yang menggunakan alat pelindung diri (APD).
Kasus-kasus seperti ini adalah alasan kenapa kita sangat enggak boleh melakukan swab tanpa bantuan tenaga ahli.
Bahaya Swab Sendiri
Melakukan swab sendiri tanpa bantuan tenaga profesional memang enggak dianjurkan, sebab tindakan itu sangat berbahaya.
Ada beberapa risiko kesehatan yang bisa terjadi apabila swab enggak dilakukan oleh tenaga profesional, misalnya kesalahan hasil pemeriksaan.
Swab merupakan tindakan di nasofaring untuk mengambil spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan.
Baca Juga: Apa Kelebihan dan Kekurangan Rapid Test Antigen untuk Cek COVID-19?
Swab nasofaring dilakukan melalui lubang hidung, yang merupakan organ dengan struktur anatomi sempit.
Belum lagi di hidung banyak bangunan-bangunan dan pembuluh darah serta mukosa (lapisan kulit dalam) yang tipis.
Orang awam yang melakukan swab sendiri enggak memahami struktur anatomi hidung dan enggak mengetahui bagian yang harus diambil, jadi bagian yang diambil enggak sampai ke tempat seharusnya yang menjadi bahan pemeriksaan.
Kesalahan dalam pengambilan bagian untuk pemeriksaan bisa memberikan hasil yang enggak tepat.
Bisa jadi hasil pemeriksaan harusnya positif, tapi karena tempat pengambilannya salah, hasilnya menjadi negatif.
Sakit dan Patah
Selain itu, bisa jadi orang yang hendak di-swab memiliki struktur hidung bengkok sehingga rongga hidung lebih sempit.
Apabila yang melakukan swab enggak memahami struktur tersebut dan asal mengambil, maka bisa menyebabkan kesakitan luar biasa.
Risiko selanjutnya adalah patahnya tangkai yang digunakan untuk melakukan swab, karena fungsi hidung ketika terkena benda asing.
Fungsi hidung menimbulkan refleks bersin dan kalau memasukkan tangkainya kena mukosa, bisa bersin hingga berisiko putus tangkainya. Hal ini sering terjadi.
Apabila tangkai patah di dalam, sementara yang melakukan swab enggak paham cara mengambilnya, maka risikonya bisa terjadi pendarahan di hidung atau epistaksis.
Risiko pendarahan juga bisa terjadi jika tangkai swab mengenai pembuluh darah.
Di hidung banyak sekali pembuluh darah yang mudah pecah; pendarahan yang banyak bisa menimbulkan syok karena panik, selain itu pendarahan yang banyak bisa menyumbat jalan napas, yang berakibat fatal.
Epistaksis atau pendarahan yang vanyak merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan di bidang THT dan kondisi ini perlu ditangani dengan segera.
Jangan sampai risikonya fatal bukan karena swab untuk pemeriksaan COVID-19, tapi karena efek samping epistaksis.
Baca Juga: Jadi Syarat Perjalanan, Apa Beda Rapid Test Antigen dengan Tes Lain?
Tenaga Profesional
Makanya, sebaiknya swab dilakukan oleh tenaga profesional yang sudah mengetahui teknik swab dan struktur anatomi hidung dengan baik, agar dapat meminimalkan risiko terjadinya hal-hal yang enggak diinginkan.
Lebih aman melakukan swab di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan tersebut.
Selain itu, tenaga profesional yang melakukan swab sudah dilengkapi APD untuk melindungi dirinya terpapar virus.
Prinsipnya, kalau mau melakukan swab, antisipasi kalau orang yang di-swab itu positif, meskipun nanti hasilnya negatif.
Jadi tenaga profesional sudah memproteksi diri dengan memakai APD lengkap.
(*)
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Indah Permata Sari |
KOMENTAR