Sayangnya, enabler justru mengabaikan hal ini dan lebih fokus melindungi nama baik dan reputasi pelaku atau institusi yang menaunginya.
Biasanya enabler malah meminta korban untuk merahasiakan kejadian tersebut atau mereduksi pengalaman korban dengan balik menyalahkan mereka atas kasus tersebut.
Ini menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap korban, yang terdampak secara langsung akibat perbuatan pelaku.
Jangan Jadi Enabler!
Yang harus kita ingat, hindari potensi untuk menjadi enabler terkait kasus kekerasan seksual di sekitar kita ya, girls.
Memang, biasanya ketika kekerasan seksual terjadi kepada orang lain dan kita enggak terlibat di dalamnya, kita bisa saja dihinggapi perasaan ragu atas pernyataan korban atau memilih untuk menunggu klarifikasi dari pelaku, serta menunggu adanya bukti yang valid mengenai kasus tersebut.
Posisi kita juga jadi lebih mudah goyah ketika kita mengenal pelaku, baik sosoknya secara umum karena statusnya yang memang dikenal masyarakat, atau kenal secara pribadi.
Tapi dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual, sesungguhnya bukti yang nyata adalah kesaksian dari korban sendiri, jadi menantikan 'bukti' materiil seperti yang biasa dilakukan dalam kasus kejahatan lainnya cenderung sia-sia dalam hal ini.
Selain itu, saat melihat kasus pelecehan dan kekerasan seksual, biasakan untuk berpihak pada korban terlebih dahulu dan melakukan pendekatan dari perspektif korban.
Dampingi korban, biarkan mereka tahu kalau mereka enggak salah maupun sendirian, dan tunjukkan kepedulian terhadap mereka.
Di sisi lain, kita bisa membantu melaporkan kasus kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran atas perbuatan pelaku, tentunya dengan persetujuan korban yang sudah mengerti konsekuensinya.
Kalau memang korban hendak melapor, kita bisa mendampingi dan membantu mereka mengurus berbagai hal terkait laporan tersebut.
Yuk, sama-sama hentikan kekerasan seksual dan saling jaga agar dunia jadi tempat yang lebih aman khususnya bagi perempuan dan minoritas!
Baca Juga: Review Film Kekerasan Seksual Penyalin Cahaya, Ada Apa dengan Fogging?
(*)
Source | : | Huffington Post,Democrat & Chronicle,Awake |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR