CewekBanget.ID - Kasus pelecehan dan kekerasan seksual masih marak terjadi.
Sayangnya, kasus seperti ini juga rupanya sering terjadi di sekitar kita, entah kita menyadarinya atau enggak.
Saat ini, ruang diskusi mengenai kasus kekerasan seksual sudah semakin terbuka dan korban kekerasan seksual mendapatkan dukungan untuk berbagi pengalaman sekaligus melaporkan kejadian yang menimpa mereka.
Tapi ada saja sosok yang disebut sebagai enabler dan berpotensi membuat kasus kekerasan seksual menjadi sulit dihentikan, bahkan bisa membuat korban kembali bungkam dan urung mencari keadilan untuk diri mereka.
Sebenarnya apa sih, yang dimaksud dengan enabler dalam kekerasan seksual dan kenapa kita enggak boleh menjadi salah satunya?
Enabler
Apa yang dimaksud dengan enabler, khususnya dalam kasus kekerasan seksual?
Kita mungkin pernah mendengar istilah bystander atau saksi yang tahu dan secara langsung melihat kasus pelecehan atau kekerasan seksual terjadi, tapi enggak melakukan apa-apa untuk mencegah dan menghentikannya.
Nah, di sisi lain, ada istilah enabler, yaitu orang yang mungkin enggak secara langsung menyaksikan kejadian, tapi tahu apa yang terjadi dan memilih untuk 'melindungi' pelaku atau institusi yang terkait dengan pelaku.
Baca Juga: Aya Canina Akui Alami Kekerasan Saat Pacaran dengan Rekan Band-nya Amigdala
Hal tersebut merupakan penjelasan Amos Guiora, profesor di S.J. Quinney College of Law, University of Utah, sekaligus pengarang buku Armies of Enablers: Survivor Stories of Complicity and Betrayal in Sexual Assaults, dilansir dari Awake.
Jadi, enabler melanggengkan pelecehan dan kekerasan seksual dengan mencegah kasus naik ke permukaan untuk diusut agar korban mendapat keadilan.
Enabler Pasif dan Aktif
Mengutip dari Democrat & Chronicle, enabler bisa berupa sosok yang pasif atau aktif.
Hal ini tergantung dari posisinya, pengetahuannya terhadap perilaku buruk, kapasitasnya untuk melindungi orang lain, dan tingkat kesetiaannya terhadap pelaku.
Enabler aktif adalah sosok yang melindungi pelaku dengan memberikan berbagai alasan, menjadi tameng atas kritik terhadap pelaku, dan berpotensi menyabotase seluruh pihak yang mencoba mengekspos pola kekerasan.
Sementara itu, enabler pasif adalah orang yang mengabaikan atau menganggap tindakan pelaku sebagai hal yang normal dan kasus kekerasan sebagai sesuatu yang lumrah terjadi.
Baca Juga: Kenali, 4 Jenis Kekerasan yang Sering Terjadi pada Perempuan!
Kemarahan terhadap Enabler
Dalam kasus kekerasan seksual, tentu saja kemarahan korban terhadap pelaku adalah hal yang wajar dan pasti ada.
Tapi faktanya, di samping emosi terhadap pelaku, banyak korban justru lebih marah terhadap enabler.
Ini karena yang diharapkan oleh korban adalah perlindungan dan pembelaan atas kejadian yang menimpa mereka.
Sayangnya, enabler justru mengabaikan hal ini dan lebih fokus melindungi nama baik dan reputasi pelaku atau institusi yang menaunginya.
Biasanya enabler malah meminta korban untuk merahasiakan kejadian tersebut atau mereduksi pengalaman korban dengan balik menyalahkan mereka atas kasus tersebut.
Ini menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap korban, yang terdampak secara langsung akibat perbuatan pelaku.
Jangan Jadi Enabler!
Yang harus kita ingat, hindari potensi untuk menjadi enabler terkait kasus kekerasan seksual di sekitar kita ya, girls.
Memang, biasanya ketika kekerasan seksual terjadi kepada orang lain dan kita enggak terlibat di dalamnya, kita bisa saja dihinggapi perasaan ragu atas pernyataan korban atau memilih untuk menunggu klarifikasi dari pelaku, serta menunggu adanya bukti yang valid mengenai kasus tersebut.
Posisi kita juga jadi lebih mudah goyah ketika kita mengenal pelaku, baik sosoknya secara umum karena statusnya yang memang dikenal masyarakat, atau kenal secara pribadi.
Tapi dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual, sesungguhnya bukti yang nyata adalah kesaksian dari korban sendiri, jadi menantikan 'bukti' materiil seperti yang biasa dilakukan dalam kasus kejahatan lainnya cenderung sia-sia dalam hal ini.
Selain itu, saat melihat kasus pelecehan dan kekerasan seksual, biasakan untuk berpihak pada korban terlebih dahulu dan melakukan pendekatan dari perspektif korban.
Dampingi korban, biarkan mereka tahu kalau mereka enggak salah maupun sendirian, dan tunjukkan kepedulian terhadap mereka.
Di sisi lain, kita bisa membantu melaporkan kasus kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran atas perbuatan pelaku, tentunya dengan persetujuan korban yang sudah mengerti konsekuensinya.
Kalau memang korban hendak melapor, kita bisa mendampingi dan membantu mereka mengurus berbagai hal terkait laporan tersebut.
Yuk, sama-sama hentikan kekerasan seksual dan saling jaga agar dunia jadi tempat yang lebih aman khususnya bagi perempuan dan minoritas!
Baca Juga: Review Film Kekerasan Seksual Penyalin Cahaya, Ada Apa dengan Fogging?
(*)
Source | : | Huffington Post,Democrat & Chronicle,Awake |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR