Menurut teori psikologi Sigmund Freud, bucin ini merupakan situasi ketika kita sedang memuja orang lain secara sadar maupun enggak, ditandai dengan cara mencintai orang lain dengan segenap jiwa dan raganya.
Normalnya, pengorbanan ini digunakan untuk menarik hati orang yang kita cintai supaya perasaan kita berbalas dan orang tersebut dapat menjadi pasangan kita.
Namun, bucin juga seringkali enggak harus memiliki sehingga kita cenderung akan rela berkorban, sekalipun orang yang dicintai memilih orang lain.
Kondisi psikologis seperti ini nyaris terjadi pada semua orang, terutama remaja, ketika masih berada di fase awal jatuh cinta.
Dalam fase ini, kita akan merasa lebih hidup ketika menyenangkan orang yang dicintai, sekaligus takut kehilangan dirinya jika enggak memenuhi permintaannya.
Kok, Bisa Jadi Bucin?
Fenomena bucin dapat dijelaskan secara ilmiah.
Terdapat seenggaknya dua faktor di dalam tubuh manusia yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi bucin, yaitu faktor kimia dan psikologis.
Secara kimiawi, otak manusia memang diprogram untuk jatuh cinta dan ketika saat itu tiba, hormon dopamin diproduksi secara massif di dalam otak sehingga cinta akan terasa candu seperti kokain.
Makanya, enggak heran ketika kita jatuh cinta hingga menjadi bucin, semua hal yang dilakukan akan terasa menyenangkan dan menciptakan kepuasan tersendiri di dalam otak.
Sedangkan dari sisi psikologis, tingkat keparahan seseorang menjadi bucin ditentukan oleh kondisi psikologisnya, misalnya semakin rendah harga diri, keadaan mental, serta emosionalnya, semakin besar kemungkinan orang tersebut menjadi bucin.
Dampak Negatif
Source | : | Cosmopolitan,KBBI |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR