CewekBanget.ID - Hayo, girls! Siapa nih yang merasa bucin banget sama si doi?
Bucin atau 'budak cinta' kini populer banget sebagai istilah untuk menyebut orang yang jatuh cinta pada seseorang, bahkan mungkin sampai tergila-gila dan rela melakukan apa saja demi orang tersebut.
Meski sering dianggap lucu, enggak jarang bucin dianggap berlebihan atau berbahaya.
Nah, fyi, bucin juga ada penjelasan ilmiahnya, lho! Gimana ya?
Bucin
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bucin ini enggak ada artinya girls, jadi istilah ini lebih merupakan bagian dari bahasa gaul masa kini.
Di mata orang normal, tindakan para bucin seringkali enggak masuk akal karena rela melakukan apapun demi orang yang dicintai, mulai dari mengorbankan harta hingga perasaannya sendiri.
Menurut penelitian, kita kemungkinan besar menjadi 'budak cinta' saat masa pacaran baru berjalan kurang dari tiga bulan.
Namun, kita juga bisa menjadi bucin ketika jatuh cinta pada seseorang, meski belum berstatus saling memiliki.
Perspektif Psikologis
Tentu kita sering mendengar istilah 'cinta itu buta'.
Nah, saat menjadi bucin, kita enggak lagi dapat melihat seseorang dari kacamata yang logis sehingga menganggapnya sebagai orang yang sempurna dan berhak mendapatkan semua keinginannya.
Menurut teori psikologi Sigmund Freud, bucin ini merupakan situasi ketika kita sedang memuja orang lain secara sadar maupun enggak, ditandai dengan cara mencintai orang lain dengan segenap jiwa dan raganya.
Normalnya, pengorbanan ini digunakan untuk menarik hati orang yang kita cintai supaya perasaan kita berbalas dan orang tersebut dapat menjadi pasangan kita.
Namun, bucin juga seringkali enggak harus memiliki sehingga kita cenderung akan rela berkorban, sekalipun orang yang dicintai memilih orang lain.
Kondisi psikologis seperti ini nyaris terjadi pada semua orang, terutama remaja, ketika masih berada di fase awal jatuh cinta.
Dalam fase ini, kita akan merasa lebih hidup ketika menyenangkan orang yang dicintai, sekaligus takut kehilangan dirinya jika enggak memenuhi permintaannya.
Kok, Bisa Jadi Bucin?
Fenomena bucin dapat dijelaskan secara ilmiah.
Terdapat seenggaknya dua faktor di dalam tubuh manusia yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi bucin, yaitu faktor kimia dan psikologis.
Secara kimiawi, otak manusia memang diprogram untuk jatuh cinta dan ketika saat itu tiba, hormon dopamin diproduksi secara massif di dalam otak sehingga cinta akan terasa candu seperti kokain.
Makanya, enggak heran ketika kita jatuh cinta hingga menjadi bucin, semua hal yang dilakukan akan terasa menyenangkan dan menciptakan kepuasan tersendiri di dalam otak.
Sedangkan dari sisi psikologis, tingkat keparahan seseorang menjadi bucin ditentukan oleh kondisi psikologisnya, misalnya semakin rendah harga diri, keadaan mental, serta emosionalnya, semakin besar kemungkinan orang tersebut menjadi bucin.
Dampak Negatif
Enggak bisa dipungkiri, menjadi bucin artinya harus siap dengan konsekuensi negatif yang mungkin diterima ketika memenuhi permintaan seseorang tanpa logika.
Orang lain dengan logika yang masih berjalan pasti melihat tindakan bucin sebagai hal yang enggak masuk akal.
Enggak heran bila bucin sering dikritik, bahkan dirundung, karena tindakannya tersebut.
Hanya saja, kritikan tersebut biasanya juga enggak didengar karena perasaan yang dirasakan saat jadi bucin sangat kuat hingga menutup akal sehatnya.
Selain itu, target-target tertentu dalam hidup yang pengin kita raih bisa terlupakan akibat terlalu fokus kepada percintaan yang belum tentu menghasilkan sesuatu yang positif.
Bucin juga membuat kita selalu bisa mencari alasan pembenaran atas keinginan yang diminta oleh orang yang dicintai, hingga enggak sadar bahwa hal itu lama-kelamaan akan membuat perasaan kita terluka dan memperparah kondisi psikologis di kemudian hari.
Untuk mengakhiri predikat bucin, kita mesti meluangkan waktu untuk mengevaluasi diri dan kenali orang yang kita cintai dengan lebih seksama.
Bila perlu, ungkapkan perasaan pada dirinya sehingga kita memiliki ekspektasi yang nyata tentang hubungan dengannya.
(*)
Source | : | Cosmopolitan,KBBI |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR