CewekBanget.ID - kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali menjadi sorotan belakangan ini gara-gara kasus artis Lesti Kejora dan Rizki Billar.
Lesti Kejora melaporkan Rizki Billar ke polisi karena dirinya mengalami KDRT dari suaminya tersebut.
Faktanya, kasus KDRT memang masih sangat marak terjadi di Indonesia dengan angka yang memprihatinkan.
Berdasarkan data real time dari SIMFONI-PPA milik KemenPPPA RI, tercatat ada 11.953 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terlaporkan sepanjang tahun 2022.
Di sisi lain, jumlah korban berdasarkan tempat kejadian adalah 12.873 di wilayah rumah tangga.
Kita jangan sampai membiarkan KDRT terjadi, apa lagi kepada diri sendiri atau orang lain di sekitar kita, ya!
Kalau kita mengetahui ada korban KDRT di sekitar kita, lakukan ini untuk membantunya.
Mulai Percakapan dan Beri Waktu
Kalau kita menyadari ada hal yang berubah dari orang yang kita kenal, dan kemungkinan hal itu berkaitan dengan kekerasan domestik, coba mulai percakapan untuk mengungkapnya.
Misalnya, tanya kondisi orang tersebut ketika kita melihat ada memar atau luka yang enggak wajar di tubuhnya, atau beri tahu bahwa kita khawatir melihat perubahan buruk yang kita sadari pada dirinya dan pengin memastikan ia aman atau baik-baik saja.
Tapi kalau ia memang belum mau bicara tentang hal tersebut, jangan terlalu mendesaknya, ya.
Baca Juga: Jangan KDRT, Yuk Lakuin 5 Hal Ini Biar Keluarga Makin Harmonis!
Korban KDRT tentu butuh waktu untuk pulih dari trauma yang dialaminya.
Jadi meski kita begitu penasaran dan 'gatal' pengin segera menindaklanjuti pelaku, jangan terlalu menekan korban untuk berbicara mengenai hal yang menimpanya dan beri ia waktu untuk menenangkan diri.
Waktu tersebut mungkin bisa beberapa jam hingga bertahun-tahun, tapi kalau kita serius pengin membantu korban, biarkan waktu berjalan sendiri hingga ia mau lebih terbuka dan memahami situasi yang dihadapinya.
Ketika korban sudah siap terbuka dan mau berbicara tentang kekerasan yang dialaminya, pastikan juga kita punya cukup waktu serta kapasitas tenaga fisik dan emosional untuk mendengarkan ceritanya.
Dengarkan Tanpa Menghakimi
Kita pasti geregetan pengin memberi nasihat atau saran dan masukan saat mendengar kisah korban KDRT, kan?
Eits, tapi tahan dulu dan jangan langsung menceramahi korban saat ia sudah bersedia bicara.
Kita cukup banget mendengarkan ceritanya saja dulu, kok, karena itulah yang paling dibutuhkan korban KDRT.
Boleh sih, kita sedikit bertanya untuk mengklarifikasi hal-hal yang kurang jelas, tapi jangan sampai bernada menghakimi korban atau bahkan pelaku, ya.
Alih-alih langsung mengata-ngatai pelaku atau malah menyudutkan korban, kita harus membuat korban tahu kalau kita percaya padanya dan ia enggak seharusnya diperlakukan demikian.
Enggak perlu juga menyalahkan korban karena masih bertahan dalam abusive relationship tersebut.
Baca Juga: 4 Jenis Kekerasan Ini Masuk ke Dalam KDRT! Ada Masalah Finansial?
Ia mungkin kena gaslighting, enggak berani kabur, dipaksa bergantung pada pelaku, dibuat menyalahkan dirinya sendiri, atau malah enggak paham kalau hal yang menimpanya adalah sebuah bentuk kekerasan.
Pastikan fokus kita tertuju pada pengalaman korban dulu, yang telah mengumpulkan keberanian sedemikian rupa untuk akhirnya dapat menceritakan hal tersebut pada orang lain.
Pelajari Tanda-Tanda Kekerasan
Ingat girls, KDRT bukan hanya soal kekerasan fisik yang tanda-tandanya kasat mata.
Kalau bicara soal tanda-tanda fisik, kita memang bisa melihatnya dari kulit yang memar, mata gelap, bibir bengkak atau luka, hingga cedera tulang pada tubuh korban.
Tapi jangan lupakan sejumlah tanda kekerasan non-fisik seperti kekerasan emosional, spiritual, finansial, dan sebagainya.
Kita mungkin bisa lebih sensitif terhadap tanda-tanda emosional seperti kepercayaan diri yang rendah, kebiasaan memohon maaf atas hal-hal terkecil sekali pun, ketakutan, perubahan pola tidur, kecemasan, depresi, hingga pikiran untuk mengakhiri hidup.
Selain itu, ada pula tanda-tanda perilaku yang mesti lebih disadari, seperti menjaga jarak dari orang lain, sering membatalkan janji di menit-menit terakhir, sering terlambat, terlalu menjaga kehidupan pribadi, dan mengisolasi diri dari teman-teman dan keluarga.
Tawarkan Bantuan Ahli
Kita mungkin enggak punya kapabilitas yang cukup untuk mengatasi kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Jadi jika kita tahu korban butuh pertolongan dan ia bersedia dibantu, coba tawarkan bantuan dari ahli yang lebih mumpuni, seperti psikolog, psikiater, dan dokter.
Mungkin juga korban bersedia kasusnya diproses secara hukum dan mau kita arahkan ke pihak berwenang.
Yang paling penting, pastikan ia tahu kalau kita ada di sana untuknya dan siap membantunya saat dibutuhkan sebisa kita.
Beri Perlindungan
Apakah ternyata korban sudah terpikir untuk meninggalkan hubungan dengan kekerasan tersebut?
Kita bisa bantu merencanakan cara aman bagi dirinya untuk pergi dan menjauh dari pelaku.
Kalau kita sendiri berani, berikan perlindungan bagi korban dari pelaku yang pasti bakal mencari si korban dan memaksanya tetap tinggal dengan dirinya, atau tetap berusaha melakukan kekerasan terhadap korban dengan berbagai cara.
Kalau pun enggak bisa memberikan perlindungan langsung, jika korban merasa butuh perlindungan mental dan hukum, kita bisa membantu mencari konselor di bidang KDRT dan pengacara untuk menangani kasus tersebut secara profesional.
Yuk, jangan lagi membiarkan KDRT terjadi di sekitar kita, girls!
Baca Juga: Enggak Cuma Suami-Istri, 4 Orang Ini Bisa Jadi Pelaku KDRT di Rumah
(*)
Source | : | KPPPA,Very Well Mind,Reach Out |
Penulis | : | Salsabila Putri Pertiwi |
Editor | : | Salsabila Putri Pertiwi |
KOMENTAR