Kasus bunuh diri yang diduga dilakukan Arangga (14), seorang pelajar SMP yang tinggal di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, membuat prihatin banyak pihak. Pada usia belia, Arangga alias Angga memilih jalan yang tragis dengan mengakhiri hidupnya melalui cara menggantung diri di dalam lemari. Berikut 3 hal yang diduga menjadi penyebab remaja Jakarta ini bunuh diri di lemari pakaian.
(Baca juga: 5 Fakta Soal Kasus Bunuh Diri Remaja Jakarta di Lemari Pakaian)
Merasa terasingkan
Pemerhati anak Seto Mulyadi alias Kak Seto menuturkan, beragam faktor menjadi penyebab anak akhirnya mengadopsi pengaruh tak baik dari lingkungannya. Hubungan yang tak harmonis dalam keluarga, pertemanan atau lingkungannya, dan juga kebiasaan anak menyerap informasi negatif dari media bisa menjadi beberapa faktor pemicunya.
"Anak seperti itu merasa terasingkan, dia merasa tidak ada yang peduli dengannya, tidak punya teman curhat. Kemudian dia mendapat pengaruh tidak jelas dari media. Misalnya, dari media dia melihat bahwa ada tempat yang lebih baik daripada saat ini. Akhirnya dia memilih cara itu. Dia merasa buat apa lagi hidup ini," kata Kak Seto kepada Kompas.com, Senin (19/1/2015) pagi.
Kak Seto melanjutkan, kondisi terasingkan tersebut membuat anak tidak mampu menghadapi masalahnya. Akhirnya, lanjut dia, anak tak dapat menghindari hal nekat yang mengancamnya.
(Baca juga: Jadi Cewek Anti Kesepian)
Perceraian orang tua
Pada kondisi anak yang mengalami perceraian orangtua juga bisa berdampak buruk. "Tapi ada beberapa kasus perceraian yang penyelesaiannya dilakukan dengan baik. Sehingga anak itu tidak kehilangan kedua orangtuanya. Tetap hak anak itu ada, dan dia bisa mendapatkannya baik dari ayahnya atau ibunya. Saya kira itu tidak terlalu mengganggu," ujar Kak Seto.
Anak yang mengalami perceraian orangtua, lanjut Kak Seto, butuh pula perhatian dari orang terdekat di sekelilingnya, misalnya keluarga, teman, bahkan lingkungan RT dan RW tempat tinggal si anak.
"Lingkungan harus peduli, pertama keluarga, misalnya paman, om, bibi, kakek, dan neneknya. Harus inget, anak butuh perhatian, dan menjadi tempat dia curhat, mengeluarkan berbagai perasaan frustrasinya," ujar Kak Seto.
Pada kondisi anak yang frustrasi, menurut Kak Seto, jika tak ada masukan positif, bisa berdampak negatif. Misalnya, sambung Kak Seto, membawa si anak pada situasi yang murung. Mereka juga frustrasi. Jika sudah begitu, anak bisa mengambil tindakan agresif, misalnya ke narkoba atau geng motor.
(Baca juga: Tips Berpikiran Positif Ketika Orangtua Bercerai)
Suka menonton film horror
Kepala Unit Reserse dan Kriminalitas Polsek Pancoran AKP Rusdy Dalby mengungkapkan, Arangga (14), pelajar SMP yang ditemukan meninggal dalam posisi tergantung di dalam lemari pakaian miliknya, Rabu (14/1/2015) lalu, diketahui gemar menonton film horor. Hal tersebut disampaikan Rusdy seusai melihat isi ponsel milik Arangga yang menuliskan status-status telah menonton banyak film horor.
"Dia (Arangga) suka sekali menonton film horor. Status-status di HP-nya begitu semua. Dia juga suka menonton film detektif," kata Rusdy kepada Kompas.com, Minggu (18/1/2015) siang.
Dengan fakta yang demikian, Rusdy menduga bahwa kejiwaan Arangga terpengaruh oleh tontonan dari film-film horor tersebut. Akan tetapi, polisi masih harus melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal ini hingga mendapatkan penyebab pasti dari kematian Arangga.
(Baca juga: 5 Tipe Orang Rentan Melakukan Bunuh Diri)
(robertus, andri/megapolitan.kompas.com, foto: tumblr.com)
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR