***
Satu minggu berlalu. Naura dan Syafira tidak menggangguku atau pun Rose lagi. Hanya saja, aku dan Rose belum saling bicara satu sama lain. Dan hal itu membuatku sedih dan merindukannya.
Dan bagaimana kabar Abbas sekarang? Aku merindukan suara tawanya yang renyah. Ah! Bukan merindukan! Tapi ingin mendengar saja!
"Kulihat banyak murid cowok yang berusaha mendekatimu sekarang," kata seseorang di belakangku yang membuatku terhenyak dari lamunanku.
"Rose?!" seruku senang.
"Jangan terlalu senang. Aku hanya ingin memberikan surat ini padamu." Ia menyodorkan sepucuk surat dengan amlop warna hitam padaku. Hitam?
"Itu dari Abang. Kurasa ia ingin mengajakmu keluar. Sebaiknya kamu mau karena hal itu akan menghentikan kegilaannya menyebutkan namamu terus di depanku!" lanjutnya.
Aku tersenyum simpul. Abbas yang unik. Mungkin hitam adalah warna kesukaannya. "Terima kasih," ucapku kemudian.
"Terima kasih juga karena kau sudah menyelamatkanku waktu itu. Dan aku juga meminta maaf atas perkataanku saat itu. Abang sudah menjelaskan semuanya padaku. Dan aku begitu menyesal dengan perlakuanku malam itu padamu," jelasnya diakhiri dengan senyuman.
"Jadi...kita berteman lagi?" tanyaku kemudian.
Rose melirikku. "Aku berharap begitu."
Kami memulai kehidupan persahabatan kami dari awal. Dan sama seperti apa yang dikatakan oleh Abangnya, dia memang gadis yang baik.