"Apa aku masih di Kyoto?"
Dia mengangguk cepat. Saat itu, barulah kusadari kalau rambutnya panjang dan dicepol ke atas seperti pegulat. Juga pakaiannnya, dia menggunakan yukata[6] biru tua yang terlihat baru. Di pinggang kirinya, kutemukan sebilah pedang berukuran kecil terselip di obi[7]-nya. Bahkan dia hanya memakai geta[8] sebagai alas kaki.
"Apa sebelum kamu berada di sini, sebuah kelopak sakura terkena airmatamu?" tanyanya halus.
Aku tak mengerti apa yang ditanyakannya, maka hanya kumiringkan kepalaku ke kanan, seperti yang biasa kulakukan saat sedang merasa bingung, sebagai jawabannya.
Perlahan, senyum di wajahnya memudar, berganti wajah sendu, serupa binar matanya yang sejak tadi tak bisa berbohong. "Kamu mirip sekali dengan Sachi, kekasihku yang telah dinikahi Yang Mulia Shogun[9] dan dijadikannya selir muda." Matanya menerawang. "Oh ya, namaku Jiraemon, bukan Hiroshi."
Dia melangkah menjauh, lalu duduk bersandar pada batang pohon ceri. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam sebuah kantung yang terikat kuat di obi-nya, sebuah sisir kayu berukir.
Aku mendekatinya, lalu duduk tenang di sampingnya. Kulihat tatapannya yang terus saja lekat pada sisir itu.
"Ayumi, sepertinya aku yang memanggilmu datang kemari. Gomen nasai[10]."
"Aku enggak mengerti."
Matanya berembun, tatapannya kembali tertuju padaku, tepat ke dalam mataku. Tuhan, dia benar-benar mirip dengan Hiroshi, tak ada sedikit pun beda yang mampu kutemukan selain pakaiannya. Tidak. Bahkan pakaian yang dikenakannya, serupa dengan yang dulu dia kenakan saat pergi bersamaku untuk menikmati Festival Musim Panas.
Kemudian dia beralih lagi dariku, cukup lama dia terdiam, hanya bersandar dengan mata yang terus lekat menatap langit, menikmati pikirannya sendiri. Aku tenggelam dalam ketenangannya, menunggu sebuah suara dari kalimat yang akan kembali dia ucapkan. Tapi hingga langit mulai berwarna kemerahan, dia masih tak juga mau berbicara.
"Kamu ... mungkin Dewa yang mengirimmu sebagai pengobat luka hatiku selama ini. Ayumi, kamu mirip sekali dengan Sachi, gadis yang menghadiahkan aku sisir ini sebagai salam perpisahan sebelum dia diambil paksa oleh Shogun dari sisiku. Lalu dia memilih bunuh diri setelah tak bisa melarikan diri dari istana." Suaranya penuh pilu. "Tunggulah, akan kupetikkan beberapa kelopak sakura yang akan membawamu kembali."
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR