"Boleh, kan?"
Dia langsung mengambil sebuah buku dengan sampul garis merah putih dan menyerahkannya kepadaku. Dengan penuh suka cita, aku langsung duduk di sembarang bangku kosong dan mulai menyalin PR fisikanya.
Aku buka satu persatu halaman demi halaman. Aku amati dan aku cermati dengan seksama. Berusaha memahami eksakta alam ini. Tapi, sepertinya ada kalimat non angka yang tidak berhubungan erat dengan eksata. Bahkan tidak ada kaitannya dengan fisika maupun sains.
Sungguh berbeda - jauh.
Aku baca terus. Aku baca berulang kali sampai mataku terus pegal. Aku bolak-baliK buku Ganda. Tak peduli, bukunya akan semakin lecek.
"Ver, aku pinjem bukunya sebentar, ya. Ada satu nomer yang aku salah hitung," tiba-tiba Ganda sudah berucap di belakangku. Kami saling berpandangan. Mata kami saling bertautan. Ganda salah tingkah, ia menunduk, tapi matanya mencari jejak ketidakharmonisan ini.
"V-v-vera?" ujarnya terbata-bata. "I-i-itu... itu... itu..." dia berusaha mengambil buku PRnya, sementara aku menarik buku itu dari jangkauannya.
Mataku menatap lurus ke arah matanya. Membuat ia gelAgapan dan salah tingkah. Matanya bergerak ke sana-kemari.
Kemudian, aku mengembalikan buku itu dengan hati-hati kemudian tersenyum ke arah Ganda, "Dasar mata Ganda," ujarku sambil meninggalkannya. Membuat banyak pertanyaaan pasti berbekas pada benak Ganda.
Tapi setidaknya pertanyaan yang dulu menghantuiku, kini terjawab sudah. Prediksiku tepat. Dan ekspektasiku, bukan hanya angan-angan.
***