Satu jam berlalu sejak bel jam pelajaran kimia berbunyi. Karena Bu Eni, guru kimia kelas II IPA 3 sedang cuti, jadi hari ini jam pelajaran kosong. Nada masih memandangi kertas soal-soal kimia didepannya. Ia baru mengerjakan setengah soal kimia yang diberikan oleh Pak Edy, guru pengganti, yang harus rela mengawasi dua kelas sekaligus di hari itu. Ketika Pak Edy keluar untuk memeriksa kelas yang lain, suasana di dalam kelas menjadi kembali normal, lebih meriah!
Soal-soal kimia masih memenuhi kepala Nada. Kepala Nada semakin sesak ketika didengarnya lantunan lagu yang memecah konsentrasinya. Suara itu dari bangku sebelahnya. Tio dan kawan-kawannya menyanyi lagu ciptaannya sendiri yang beraliran Heavy Metal. Suara Tio yang serak terdengar menusuk telinga.
Merasakan hampamu...begitu menyakitkan...hanya menatapmu dari jauh...
Untu sesaat Nada mencoba memakluminya, tapi lama-lama telinganya panas juga. Emosinya mencapai batas didih. Lalu ditegurnya Tio dengan suara tak kalah kerasnya.
"Heh, berisik banget! Bisa diam enggak sih? Kalian ganggu konsen teman-teman yang lain saja, ini kan masih jam pelajaran!"
"Pikiranmu saja yang enggak nyampe ngerjain soal Kimia. Eh, pakai nyalah-nyalahin orang segala," balas Tio ketus tanpa menatap ke arah Nada.
Hati Nada makin panas. "Gue enggak bisa ngerjain soal gara-gara dengar lagu lo yang norak itu, paham enggak sih? Kalau mau nyanyi di laut saja gih!"
"Apa Norak? He he... emang norak...apalagi kalau lo yang dengar, tambah norak deh."
"Terserahlah!" ucap Nada kembali menekuni soal-soal kimianya.
Tio dan kawan-kawannya ngeloyor pergi meninggalkan kelas setelah menitipkan kertas soal kimia mereka yang masih kosong kepada ketua kelas. Seperti biasa, ketua kelas terpaksa mengisi penuh kertas jawaban mereka tanpa diminta dua kali. Atau bogem mentah dari Tio yang akan memerintah.
***
Jam kimia telah usai. Sekarang jam istirahat. Namun, Nada dan kawan-kawannya masih betah di dalam kelas.
"Eh, suka lagu Audy enggak?" tanya Nada
"Lumayan sih. Aku suka lagu yang judulnya lupa...pokoknya liriknya begini...Tahukah kamu...semalam tadi...aku menangis..."
"Wuih...bunyi geledek dari mana nih!" disusul tawa cekikikan dari bangku sebelah Nada. Ia tidak menyadari kedatangan Tio di kursi sebelahnya itu, "Bikin kupingku ngilu!"
Nada menatap Tio dengan tajam. Kemudian mengacuhkannya. Nada berusaha untuk tetap bersabar.
"Lagu cengeng gitu bikin gue geli," tambah Tio tanpa menatap Nada. Tio asyik membolak-balik Koran yang diambilnya dari perpustakaan.
Nada masih menahan diri. Ia pura-pura tidak menyadari kehadiran Tio. Membuang jauh-jauh ejekan yang dilontarkan Tio. Dan kembali membahas lagu Menangis Semalam dari Audy, seakan tidak pernah mendengar ejekan Tio.
"Kalau mau nangis di rumah saja neng! Bikin merinding saja nih anak..."
Kesabaran Nada habis. "Jadi cowok cerewet amat sih! Yang penting kan gue enggak ganggu lo?" wajah Nada memerah. Jarang-jarang ada gadis yang terlihat semakin cantik bila sedang marah. "Ini kan waktu jam istirahat, suka-suka gue dong mau pake buat apa. Enggak kaya lo yang sukanya teriak-teriak pas jam pelajaran!"
"Apa? Teriak-teriak?" Tio mendatangi Nada seakan hendak memukulnya. Anehnya langkah Tio terhenti selangkah tepat di samping Nada. Sekulum senyum tersirat di wajahnya. Ia tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. Tio terlihat konyol. Menggoda cewek bukan keahlian Tio si jago berantem.
Nada beranjak dari kursinya. Kepalan tangannya terkepal. Kali ini serius.
"Duh, sudahlah Na! Cowok narsis gitu diladenin!" gerutu Tika mulai angkat bicara. Ia juga beranjak dari kursi dan cepat-cepat meraih lengan Nada. Kemudian mengajak Nada keluar dari dalam kelas. "Di kantin masih ada enggak ya onde-onde kesukaan kita?"
***
Pertengkaran kecil sering mewarnai hari Nada dan Tio. Seakan masih menunjukkan ego masing-masing yang sebegitu besarnya. Tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalah. Tio selalu menyanyikan lagu andalannya keras-keras di samping Nada sambil berpura-pura menyadari kehadirannya.
Nada pun tak mau kalah, dilantunkan lagu kesayangannya ketika berpapasan dengan Tio. Lama-lama Tio jadi terbiasa dengan lagu kesukaan Nada, dan sebaliknya Nada pun jadi hafal dengan lagu kebangsaan Tio. Sampai suatu saat tanpa sengaja Tio menyanyikan lagu kesukaan Nada dengan suara pelan.
Tahukah kamu...semalam tadi...aku menangis...
Nada tersentak, ia langsung menatap tajam penghuni meja sebelahnya itu.
"Wuihh! Rocker nyanyiin lagu mellow..bikin kupingku ngilu saja!" Nada member ejekan Tio seminggu yang lalu Tio mengerutkan alis. Karena merasa Nada menatapnya, Tio pun menatap Nada dengan heran. Tio langsung sadar kalau ia baru saja melantunkan lagu kesukaan Nada. Tio langsung membuang muka dan kembali menyanyikan lagu kesukaannya.
Nada diam untuk waktu yang tidak lama. Tiba-tiba tanpa sengaja Nada melantunkan lagu favorit musuh bebuyutannya itu sambil melamun ketika memeriksa PR matematikanya. Merasakan hampamu..begitu menyakitkan...hanya menatapmu dari jauh.. Nada langsung menyadarinya. Ia menolehkan pandangannya ke bangku Tio dengan perlahan.
Jangan-jangan Tio mendengarnya!
Nada mencuri pandang ke arah Tio yang terlihat sibuk menyalin PR matematika dari temannya. Tidak biasanya Tio tersenyum sambil bersiul-siul kecil sewaktu berurusan dengan PR. Apalagi matematika. Pekerjaan menyalin saja sudah membuat Tio gerah dan memaki-maki sendiri.
Nada mengerti bahwa Tio berpura-pura mengacuhkannya. Tiba-tiba dada Nada berdebar-debar. Ia tidak mengerti perasaan hangat apa yang menyusup ke dalam dadanya itu. Perasaan yang membuat Nada tersenyum geli melihat tingkah Tio. Bayangan Tio sebagai preman SMA pun sirna. Kini, Tio terlihat seperti cowok biasa dengan kelebihan melucu yang tak biasa.
Sejak kejadian itu, tak pernah terdengar lagi suara pertengkaran mereka. Nada dan Tio malah sering mencuri pandang satu sama lain. Tanpa disadari mereka saling menyukai meski masih menggantungkan harga diri di langit ketujuh.
***
"Hey, tadi si Tomi nitip surat padaku. Nih! Katanya sih buat kamu," ucap Tika sambil menyerahkan amplop warna merah jambu kepada Nada.
Wajah Tio terkejut di balik halaman Koran yang pura-pura dibacanya, karena sedari tadi, Tio memperhatikan Nada yang juga tengah pura-pura menghafalkan rumus-rumus untuk ujian matematika pada jam pelajaran terakhir. Padahal semalam sudah dihafalkannya rumus-rumus untuk ujian keesokan harinya.
"Buat aku? Tomi? Tomi siapa ya?" wajah Nada tampak mengingat-ingat secret admirer yang biasanya mengirim surat cinta padanya, tapi tak ada yang bernama Tomi.
"Alah! Pura-pura enggak kenal lagi," goda Tika. Karena penasaran, Nada langsung membuka amplop itu dan meraih isinya, tapi Tika langsung merebut kertas itu lalu membacanya keras-keras:
Sejak bertemu kamu saat itu, aku menyadari bahwa aku sangat mencintaimu Nada "Tika kamu apa-apaan sih!" Nada menarik Tika.
"Surat cinta kesepuluh dalam seminggu ini ya!" goda teman-teman sekelasnya. Saat itu wajah Tio dan Nada sama-sama menjadi merah padam.
"Eh dengerin ya? Gue lanjutin nih.
Angin malam yang menghembus padakum seolah memanggil namamu. Bulan purnama selalu menampakkan wajahmu. Dan mentari terbit sehangat sapamu. Aku mencintaimu Nada, Kaulah Nada hatiku...napas kehidupanku...I Love you forever from Tomi!"
Berulang kali Nada member kode agar Tika tidak melanjutkan membacanya, tapi Tika malah semakin menggodanya. Disambung dengan suara sorak-sorak dari teman-temannya.
BRAKK!!
Tiba-tiba saja terdengar suara gebrakan meja sangat keras dari bangku sebelah Nada. Suasana hening seketika. Tio menghampiri Tika, merebut kertas yang ada di tangannya, dan merobek-robek kertas itu, lalu membuangnya di lantai...Sifat preman Tio muncul dengan tiba-tiba.
Tika cuma bisa melongo, ia kaget dan tak mengerti ada apa dengan Tio. Nada pun sama kagetnya dengan Tika.
"Apa-apaan nih?" tanya Tika sedikit bingung.
"Berisik banget, apa sih hebatnya si Tomi itu? secakep apa dia? Belum pernah berurusan sama gue?" ucap Tio dengan emosi.
"Maksud kamu?" tanya Tika lagi
"Nada itu....!" Tio tak melanjutkan kata-katanya. Ia bingung.
"Kenapa Nada?" Tika tampak sangat penasaran.
"Nada itu..."Tio semakin bingung. Ia tidak dapat mencari kata-kata lain.
"Ia...Nada kenapa?" Tika mulai jengkel menunggu. Ditatapnya lekat-lekat keringat sebesar biji jagung yang mengalir di wajah Tio.
"Nada itu cewek gue!!" suara Tio nyaring namun bergetar.
Nada cuma melongo. Matanya membulat seperti bola. "Hah? Apa aku enggak salah denger? Sejak kapan gue jadi cewek lo."
Teman-teman sekelas pun saling sahut-menyahut menyoraki Nada dan Tio. Muka Tio lebih merah membara daripada wajah Nada. Keringat bercucuran di dahi Tio. Dan Nada menjadi salah tingkah.
Tio tidak dapat mundur lagi. Harga dirinya sebagai lelaki sejati tertantang. "Heh, lo mau enggak jadi pacar gue?" tanya Tio tidak dapat menghilangkan sifat kasarnya. Tio menyadarinya, namun terlambat ia tidak dapat menarik ucapan kasarnya tadi. Baru kali ini nyalinya ciut. Tio semakin bingung hendak berkata apa lagi.
"Kok gitu sih? Dasar! Terus jawaban Nada gimana?" ucap Tika lancer, seakan sudah ahli dalam hal perjodohan dadakan.
"Apa enggak bisa lebih sopan lagi ke cewek, hah!" tantang Nada menatap kedua mata Tio dalam-dalam.
Kali ini Tio mengerti. Seakan mendapat wahyu yang langsung turun dari atap genteng sekolah. semangatnya bangkit kembali.
"Na...Nada, maukah kau menerimaku menjadi kekasihmu....memang aku enggak pantas untuk cewek secantik kami...tapi aku ingin melakukan yang terbaik untukmu...walaupun harus mati...atau..."
"Ya! Boleh deh," jawab nada dengan suara nyaring. "Tapi, kalau lo tetap suka berkelahi, langsung PUTUS-TUS-TUS.
Ruang kelas terdengar semakin gaduh.
"Pertanyaan aneh, dijawab aneh, dasar pasangan aneh. Enggak ada romantis-romantisnya," gerutu Tika sambil nyengir. Rencananya sukses besar.
Nada dan Tio hanya tersenyum. Mereka merasakan hari itu sebagai hari yang cepat sekali berlalu. Mereka tidak ingin hari itu cepat-cepat berlalu.
***
"Heh, terus Tomi gimana nih?" tanya Tio. "Pulang sekolah ini, aku akan bikin perhitungan sama dia" ucap Tio.
Sekolah sudah berakhir, Rumah Tio dan Nada satu jurusan.
"Hua...ha...ha... lo belum kenal Tomi sudah bilang kayak gitu."
"Emang Tomi siapa sih? Anak presiden?" mendengar pertanyaan Tio, Tika malah semakin terbahak-bahak.
"Tomi itu...enggak pernah ada. Itu cuma nama yang gue bikin sendiri buat godain lo dan Nada. Tapi kok malah jadi acara penembakan gitu ya. Lebih bagus dari rencana yang sudah di susun mateng," jelas Tika lancer sambil senyum-senyum centil. "Lo enggak lihat dulu sih, kertasnya kan enggak ada tulisannya!" jelas Tika enteng.
Tio cuma bisa nyengir. "Aku jadi punya urusan nih!"
Oleh: Mahdafius & Annz Putri
Penulis | : | Astri Soeparyono |
Editor | : | Astri Soeparyono |
KOMENTAR