"Ouch!" Dia tersandung tepi karpet yang sedikit menggulung. Memaki pelan, dia bangkit berdiri. Matanya menangkap sebentuk pintu tingkap yang terlihat dibalik karpet yang tersingkap akibat disandung Luna tadi. Didera rasa penasaran, Luna akhirnya menarik tepi papan dan menemukan tangga menuju ruang bawah tanah.
Jantungnya langsung berdebar kencang. Ruang apa itu? Tak ada seorang pun di sekolah Luna yang tahu bahwa Bu Ijah memiliki ruang bawah tanah di rumahnya. Menoleh kanan kiri dan tidak melihat siapa-siapa, Luna akhirnya memberanikan diri menuruni tangga itu.
Bau busuk yang menyengat menyerang hidung begitu dia tiba di ruang bawah tanah berpenerangan lilin itu. Di sudut ada mesin giling tua dan baskom berukuran besar yang penuh berisi daging kemerahan. Luna melintasi ruangan, memandang ingin tahu gundukan-gundukan gelap di samping mesin giling.
Dan jantungnya terasa mau copot begitu melihat sosok-sosok yang sudah tak berbentuk itu. Seragam SMA mereka yang koyak penuh darah telah dilemparkan kesamping. Tulang-tulang rusuk yang tak bias dikenali lagi. Luna menatap mesin giling lagi dan tiba-tiba saja dia mengerti.
Harga daging yang mahal... Penjual bakso lain menggunakan daging tikus... rambut yang pernah dia temukan dalam baksonya...
Dia mendekap mulut menahan muntah. Tubuhnya dibanjiri keringat dingin.
"Kamu akan jadi bakso yang sangat lezat, Luna!" kata suara dibelakangnya.
Luna berbalik. Hal terakhir yang dilihatnya adalah Bu Ijah menyabetkan penggilas adonan ke arahnya.
***
Oleh: Nadia Helena