Sering kita melihat anak-anak jalanan yang mengamen atau berjualan. Namun, apakah kita pernah berpikir tentang kehidupan mereka?
Ajeng (27), merasa tergerak untuk membantu mereka dalam bidang pendidikan. Dia pun mendirikan Sekolah Kolong Cikini (Sekoci) yang bertujuan untuk mengajar anak kurang mampu.
Kepada Cewekbanget.id, Ajeng menceritakan perjuangan dan kisahnya mendirikan sekolah untuk anak-anak jalanan. Inspiratif!
(Baca juga: Pikiran Untuk Bunuh Diri Datang Tanpa Disadari & Sering Dianggap Remeh. Waspada Sebelum Terlambat)
Pengin membantu anak-anak yang kurang beruntung
Ajeng memang sedari dulu pengin menjadi guru untuk anak-anak yang kurang mampu. Awal mula dia terdorong mengajar karena pernah diledek oleh seorang anak jalanan.
“Aku pernah nanya arah ke salah satu anak jalanan, tapi dia malah merespon dengan kata-kata kasar,” ujar Ajeng.
“Saat itu aku kaget tapi enggak marah. Soalnya sebenarnya mereka tuh enggak mengerti kalau itu salah. Mereka tetap anak-anak baik, sayangnya kurang disentuh dengan pendidikan.”
Ajeng pun mulai membangun Sekoci pada Mei 2015 bersama dua orang temannya, berbekal kertas, pensil, dan pensil warna.
“Aku memulainya dengan datang ke ibu-ibunya, bertanya apakah anak-anak mereka mau diajari baca tulis. Di hari pertama cuma mengajar dua orang. Tapi tiba-tiba muncul dua orang anak lagi, dan semakin bertambah.”
(Baca juga: 5 Tips Sukses Belajar untuk Ujian Nasional ala Hermione Granger)
Anak-anak yang diajar oleh Sekoci berusia 5-12 tahun. Mereka tinggal di rumah yang sangat minim di bawah kolong jembatan. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai pemulung, ojek payung, pengamen, atau berjualan keliling.
Orangtua mereka enggak menganggap pendidikan adalah hal yang penting, sehingga anak-anak ini lebih memprioritaskan mencari uang daripada sekolah.
Sekoci memiliki misi untuk mengedukasi anak yang termarjinalkan, menanamkan rasa cinta tanah air, dan menanamkan budi pekerti.
“Senakal-nakanya mereka, mereka tuh anak-anak yang baik dan tulus.”
(Baca juga: Curhat Cewek di Balik Kesuksesan Trademark Market, yang Awalnya Enggak Punya Pengalaman di Bidang EO)
Serunya mengajar anak-anak di Sekoci
Saat ini anak yang bergabung di Sekoci sudah mencapai lebih dari 20 orang. Tim pengajar mengajar bahasa Inggris, bahasa Indonesia, agama, matematika dasar, juga budi pekerti.
Terdapat dua kurikulum, yakni Sekoci Berlayar dan Sekoci Mendarat.
Sekoci berlayar diadakan tiga bulan sekali. Di kelas ini, anak-anak bersama guru melakukan karya wisata sambil belajar.
“Kita pernah ke Taman Mini, Monas, Ragunan, naik bus tingkat untuk tur keliling Jakarta, juga ke Museum Kota Tua. Tujuan karya wisata ini supaya mereka tetap bisa jalan-jalan sambil belajar santai,” tukas cewek kelahiran 15 Maret 1990 ini.
Sedangkan Sekoci Mendarat adalah kegiatan belajar akademis yang dilakukan rutin setiap hari Minggu. Kelasnya pun dibedakan berdasarkan umur dan kemampuan masing-masing anak.
Mendarat A untuk anak-anak di bawah 5 tahun, kemudian dipisah jadi A1 dan A2. A1 untuk anak-anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik, sedangkan A2 untuk mereka yang sudah bisa berinteraksi dengan lancar.
(Baca juga: 5 Drama Korea Tentang Bullying di Sekolah yang Bisa Memberi Kita Banyak Pelajaran)
Begitu juga dengan Mendarat B bagi anak di atas 5 tahun yang dipisah jadi B1 dan B2. B1 untuk mereka yang masih belum bisa membaca dan B2 yang sudan bisa membaca.
“Hal ini bertujuan untuk mengajarkan mereka sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kasihan kalau dipaksakan sekelas tapi kemampuannya berbeda. Kita juga biasa mengajar dengan dongeng, karena mereka lebih gampang mengerti kalau dicontohkan dengan cerita dongeng.”
Ajeng dan pengajar lain juga memberi pendidikan seks untuk anak-anak. Mereka bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk meningkatkan kesadaran anak-anak tentang pelecehan dan kekerasan seksual.
“Kita jelaskan dengan nyanyian, mana bagian tubuh yang boleh disentuh, mana bagian yang enggak boleh disentuh oleh orang lain.”
Setelah setahun, akan ada buku rapor yang dibagikan pada anak-anak. Namun uniknya, isi rapor enggak melulu soal nilai, melainkan perkembangan si anak.
“Jadi rapornya kayak jurnal, nanti akan ditulis perkembangan anak itu, misal dia sekarang sudah lancar membaca. Hal ini dilakukan sebab perkembangan anak lebih penting dibanding nilai.”
(Baca juga: 6 Pertanyaan tentang Vagina yang Selama Ini Ragu Kita Tanyakan, Ini Jawabannya!)
Pernah diremehkan dan sempat mengalami hambatan
Saat mengutarakan keinginannya untuk menjadi guru bagi anak jalanan, terdapat orang-orang yang meragukan niat Ajeng ini. Namun setelah melihat keseriusan dan perkembangan Sekoci, mereka pun akhirnya mengerti dan mendukung Ajeng.
“Banyak juga orangtua anak-anak jalanan yang enggak suka anaknya sekolah, sebab mereka lebih memilih agar anaknya bekerja. Tapi lama kelamaan mereka sadar kalau anak-anak senang belajar di sini, jadi akhirnya diizinkan.”
Di awal berdirinya Sekoci, Ajeng dan teman-teman menggunakan biaya pribadi untuk membeli segala kebutuhan sekolah. Mereka juga harus belajar di bawah kolong jembatan bersebelahan dengan sampah-sampah.
Untungnya saat ini Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sudah berdiri, sehingga mereka bisa melakukan kegiatan belajar mengajar di sana. Bantuan donasi dari relawan juga terus berdatangan untuk mendukung pendidikan anak-anak tersebut.
(Baca juga: 1 dari 8 Orang Indonesia Pernah Mengalami Cyberbullying. Kenapa Netizen Suka Banget Mem-bully?)
Bersyukur bisa mengajar anak-anak Sekoci
Ajeng mengaku kalau dia banyak mendapatkan pelajaran kehidupan dari anak-anak jalanan ini.
“Ketika aku lagi cuti mengajar karena hamil. Banyak yang mengirim surat ke aku, bilang kalau mereka kangen dan enggak sabar mau diajar sama aku lagi,” ujar lulusan Sastra Inggris Universitas Padjajaran ini.
“Mereka punya beban hidup secara ekonomi, pendidikan, juga keluarga. Sedangkan masalah kita tuh enggak seberapa dibanding mereka, tapi kita masih suka mengeluh sedangkan mereka tetap bisa tertawa dan bahagia.”
“Meski awalnya diragukan, tapi enggak ada yang enggak mungkin. Apalagi kalau kita melakukan hal-hal yang baik, aku percaya kalau pasti akan datang hal yang baik juga,” tutup Ajeng.
Kita bisa melihat aktivitas Sekoci di blog mereka di sini atau di Instagram!
(Baca juga: Kisah Perjuangan Cewek yang Sukses Menjadi Pramugari di Maskapai Penerbangan Terbesar Indonesia)
(Baca juga: Bentuk Payudara Tiap Cewek Tuh Beda-beda, Punya Kamu yang Mana?)
Penulis | : | Intan Aprilia |
Editor | : | Intan Aprilia |
KOMENTAR