Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jumat (14/7) mengumumkan bahwa Telegram akan segera diblokir karena dianggap menjadi wadah penyebaran konten radikalisme.
Enggak hanya Telegram, Menteri Kominfo Rudiantara juga mengancam akan menutup medsos seperti Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram kalau mereka enggak segera menutup akun-akun yang bermuatan radikal.
Netizen langsung heboh mendapat kabar ini. Pasalahnya Telegram termasuk salah satu aplikasi chat yang ramah pengguna.
Fitur keamanan Telegram juga dikenal sangat rapat. Aplikasi ini memakai enkripsi yang menjadikan chat pengguna enggak bisa diintip bahkan oleh perusahaan Telegram sendiri. Ada juga fitur Secret Chat dan Destruct yang bisa menghapus pesan dengan menggunakan timer.
Sayangnya, keunggalannya ini justru menjadikan Telegram sebagai aplikasi favorit para teroris untuk menyebarkan ajarannya.
Hal inilah yang membuat pemerintah gencar menyuarakan wacana memblokir aplikasi asal Rusia ini.
Sebelum mendapat pekerjaan, dulu saya termasuk orang yang sering menggunakan Telegram untuk mencari informasi mengenai lowongan kerja.
Saya bergabung di beberapa grup rekruitmen perusahaan yang dibuat oleh sesama pelamar. Dalam satu grup, Telegram menyediakan slot untuk 5000 anggota. Berbeda jauh dengan WhatsApp yang hanya bisa menampung kurang lebih 250 orang.
Anggota lebih banyak, tentu informasi yang didapat juga lebih luas dan lengkap. Hal ini yang kemudian memudahkan saya juga ketika mengikuti proses rekruitmen di tiap perusahaan.
Enggak Bisa Lagi Berbagi Info Soal Kedokteran
Ni Putu, Mahasiswa Kedokteran Ukrida, Jakarta pun merasakan manfaat yang dihadirkan Telegram.
Cewek berusia 24 tahun ini kebanyakan bergabung dengan grup yang membahas soal kedokteran.
“Di grup ada banyak yang bisa dibagi. Mulai dari info magang, seminar, sampai share pengalaman dari dokter-dokter senior yang tentunya membantu proses pembelajaran aku banget.
Kapasitas buat menampung medianya juga besar, jadi bisa share banyak e-book tanpa ada batasan waktu kadaluarsa.
Sempat kaget sih denger kabar ini. Aku baru gabung Telegram dan udah merasakan manfaatnya banget. Kalau ditutup, nanti enggak bisa share info soal kedokteran lagi dong,
Sebenarnya sih ikut aja keputusan pemerintah. Tapi, aku berharap bener-bener diselidikin dulu. Jangan asal diblokir gitu.”
Bakal Jadi Kudet
Selain Telegram, medsos lain seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube juga terancam ditutup.
Diandra Rizky (23) menyuarakan kekhawatirannya jika hal ini sampai benar terjadi,
“Aku jarang nonton tv dan baca berita online. Jadi, kalau sampai medsos ditutup, aku bakal kudet banget pasti.
Selain itu, udah pasti menyusahkan buat keep in touch sama saudara dan teman-teman yang ada di luar kota atau luar negeri.
Dan, kalau sampai bener Youtube ditutup, kasihan dong youtubers Indonesia jadi enggak bisa mengekspresikan diri lewat platform ini. Padahal kontennya banyak juga yang berbobot.
Aku pun sebagai fangirl, bakal kecewa banget sih karena Youtube jadi salah satu platform yang sering aku gunain untuk update kabar tentang artis idola.”
Diandra berpendapat bahwa pemblokiran platform bukan jalan yang paling tepat.
“Kalau ada konten yang menyimpang, itu salah penggunanya. Medsos, kan, hanya wadah. Pengguna yang harus lebih pintar dalam menggunakannya.”
Pemblokiran Platform Enggak Menyelesaikan Masalah
Fasya Fauzani (24) juga menyayangkan langkah yang diambil Kominfo. Menurutnya pemerintah lebih baik fokus mengejar daftar dugaan 17 ribu halaman teroris di Telegram.
“Itu juga masih dugaan. Sebaiknya diselidiki lebih lanjut lagi dan koordinasi dengan pihak Telegram. Lagian, menurut aku agak aneh kalau sampai platformnya diblokir.
Yang bermasalah, kan, akun-akun oknum tersebut, kenapa harus mengorbankan Telegram yang nyatanya bermanfaat buat banyak orang?
Kalaupun diblokir, itu enggak akan menyelesaikan masalah karena penggunanya enggak ditindaklanjuti. Bisa jadi malah mereka pindah ke platform lain,” akhir cewek yang menggunakan Telegram untuk kepentingan beasiswa LPDP ini.
Penulis | : | Putri Saraswati |
Editor | : | Putri Saraswati |
KOMENTAR