“Saya juga sempat memimpin organisasi sosial di kampus dan menyuarakan kesetaraan gender dengan menyelenggarakan International Women’s Day dan membuat pemutaran (screening) film.”
Selama berorganisasi, Nadira juga mengaku seringkali mendapat hambatan terutama berkaitan dengan orang-orang yang terlibat. Termasuk salah satunya adalah ketika ketertarikan orang tersebut tidak sesuai dengannya, atau hilangnya komitmen untuk jangka panjang, hal ini sering dialamai oleh anak muda yang ikut organisasi. Untuk menghadapi hal tersebut, ia mengaku perlu strategi khusus.
(Baca juga di sini: Kisah Inspiratif Adelina, Pegawai Pemerintah dari Desa Fatulunu, NTT )
Tentang Kesetaraan Gender
Ditanya soal ketertarikannya terhadap isu kesetaraan gender, Nadira mengaku ia melihat banyak sekali isu yang jelas-jelas merugikan perempuan. Ia juga menerangkan bahwa isu gender seringkali menjadi akar permasalahan dari berbagai macam isu sosial yang ada, tapi tidak banyak orang yang memperhatikannya.
“Banyak sekali anak perempuan di Indonesia yang harus menikah sebelum mereka berumur 18 tahun. Hal ini seringkali berarti mereka tidak bisa melanjutkan sekolah, terganggu kesehatannya dan juga membuat kemiskinan keluarga terus berlanjut.”
Pekerjaannya sebagai Gender Advisor juga didasari dengan thesis yang ia lakukan sewaktu kuliah. Ia menulis tentang perbandingan faktor pendorong perkawinan usia anak yang ada di Bangladesh dan India.
Untuk isu kesetaraan gender di Indonesia sendiri, Nadira menerangkan bahwa sebenarnya ada banyak kemajuan yang terjadi dalam kesetaraan gender seperti akses terhadap pendidikan. Tetapi masih banyak isu dimana perempuan masih belum bisa mencapai potensi maksimalnya.
“Perempuan masih banyak mendapat halangan. Salah satu contohnya adalah permasalahan di bidang partisipasi. Perempuan masih belum banyak berpartisipasi di pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan anak-anak Indonesia. Posisi kepala desa misalnya, masih minim perempuan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja juga masih jauh lebih tinggi untuk laki-laki daripada perempuan.” Terang cewek yang juga sempat bekerja di UNICEF Indonesia sebagai Child Protection Officer ini.
Tentang Anak Muda & Mulai Berkontribusi
Peran anak muda memang dianggap penting dalam mengembangkan awareness masyarakat terhadap isu-isu sosial. Nadira memberi tip bagia anak muda yang ingin memulai kontribusi mereka terhadap isu sosial.
“Banyak anak muda, terutama perempuan, tidak didengarkan pada saat mereka aktif menyuarakan pendapatnya di berbagai forum. Karena hal ini, tentunya anak muda yang bergerak di organisasi sosial harus punya semangat yang tinggi untuk isu yang dia atasi.”
Ia juga menerangkan anak muda wajib tahu dimana ketertarikan mereka berada sebelum bergabung ke organisasi sosial dan mulai berkontribusi.
Anak muda juga dapat membuat inisiatif sendiri untuk mendukungisu sosial yang diminatinya. Pilih cara yang out of the box atau belum terpikirkan sebelumnya.
Diakhir wawancara, Nadira menerangkan harapannya terhadap anak muda dan isu kesetaraan gender.
“Harapan saya ke depannya lebih banyak lagi anak muda yang mendukung kesetaraan gender di Indonesia, dimulai dari kehidupan sehari-hari. Laki-laki dapat mendukung kesetaraan gender dengan menyadari bahwa pekerjaan rumah dan pengasuhan anak bukan hanya pekerjaan perempuan.”
(Baca juga di sini: Orang Tua Belum Dekat dengan Sahabat Kita? Ini Tips Untuk Mendekatkan Mereka! )
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR