Pendirian yang kuat
Sepeninggal Teuku Umar, Cut Nyak Dhien terus menggelorakan semangat rakyat Aceh untuk berjuang. Dia menjadi pemimpin dan dikelilingi oleh orang-orang tangguh yang setia padanya.
Tapi perjuangan melawan pasukan Belanda yang lebih unggul dari segi kekuatan semakin berat. Pasukan Cut Nyak Dhien semakin habis.
Kondisi kesehatannya yang memburuk, membuat salah satu pengikutnya, Pang La’ot menawarkan Cut Nyak Dhien bekerja sama dengan Belanda agar bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Cut Nyak Dhien menolak mentah-mentah tawaran itu dan lebih memilih untuk mati. Paang La’ot yang tetap merasa enggak tega melihat kondisi Cut Nyak Dhien akhirnya diam-diam membuat perjanjian dengan Belanda dengan memberi tahu lokasi persembunyian pasukan Aceh.
Sebagai imbalan, Belanda harus memperlakukan Cut Nyak Dhien dengan hormat dan memberikan perawatan yang baik.
Menebar kebaikan selagi bisa
Cut Nyak Dhien akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh sesuai dengan kesepakatan. Beliau dirawat hingga kondisinya mulai membaik.
Tapi, Belanda masih khawatir suatu saat Cut Nyak Dhien akan memulai kembali perlawanan. Akhirnya beliau diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat pada tahun 1905.
Memasuki usia senja, kondisi kesehatan Cut Nyak Dhien kembali menurun. Dia pun mengalami gangguan penglihatan. Meski begitu di tempat pengasingan, Cut Nyak Dhien masih menyempatkan diri menebar kebaikan dengan mengajarkan agama hingga membuatnya disebut “Ibu Perbu.”
Beliau pun akhirnya menutup usia pada tanggal 6 November 1908.
Penulis | : | Putri Saraswati |
Editor | : | Putri Saraswati |
KOMENTAR