Bersama sang istri, Duta Museng pun berangkat ke Makassar. Sesampainya di sana mereka bertemu dengan seorang Kapten Belanda yang ternyata jatuh cinta pada Maipa Deapati.
Kapten itu melancarkan berbagai serangan pada Datu Museng untuk merebut Maipa Deapati. Hingga pada akhirnya Datu Museng pun terdesak.
Karena enggak ingin jatuh ke tangan Kapten Belanda tersebut, Maipa Deapati meminta sang suami untuk membunuhunya. Maipa Deapati lebih memilih mati di tangan suaminya dibanding harus menyerahkan diri pada Belanda.
Dengan berat hati, Datu Museng lantas menancapkan keris pusakanya ke leher Maipa Deapati. Setelah itu dia melepaskan semua ilmu yang dimilikinya dan membiarkan dirinya dibunuh oleh pasukan Belanda.
(Baca juga: 7 kisah cinta cerita rakyat Asia yang berakhir dengan tragis)
Jayaprana dan Layon Sari (Bali)
Jayaprana, abdi dari Raja Kalianget jatuh cinta pada Ni Nyoman Layon Sari, gadis asal desa tetangga yang terkenal akan kecantikannya.
Perasaan cintanya disambut oleh Ni Nyoman Layon Sari dan keduanya lantas memutuskan untuk menikah.
Sayangnya, kebahagiaan pasangan ini enggak bertahan lama. Raja Kalianget yang ternyata juga menyukai Ni Nyoman Layon Sari menyusun strategi untuk membunuh Jayaprana.
Raja mengutus Jayaprana untuk menyelidiki kabar kedatangan bajak laut di Celuk Terima.
Sesampainya di Celuk Terima, utusan Raja Kalianget yang lain lalu membunuh Jayaprana dengan cara menancapkan keris ke tubuhnya.
Setelah mendengar kabar kematian Jayaprana, Ni Nyoman Layon Sari lebih memilih untuk bunuh diri dibanding harus menuruti permintaan Raja yang ingin mempersuntingnya.
Tan Bun An dan Siti Fatimah (Sumatera Selatan)
Tan Bun An adalah saudagar asal Cina yang berdagang hingga ke kota Palembang. Di kota inilah dia bertemu dengan Siti Fatimah, putri Raja Palembang.
Saat Tan Bun An menyampaikan maksud untuk mempersunting Siti Fatimah, orang tuanya memberikan beberapa syarat yang cukup berat. Salah satunya adalah keluarga Tan harus memberikan tujuh guci emas sebagai seserahan.
Mengajak Siti, Tan kemudian kembali ke Cina untuk menemui orang tuanya. Dalam perjalanan pulang di muara Sungai Musi, Tan ingin melihat hadiah emas dari kedua orang tuanya.
Tapi dia kemudian kaget saat melihat bahwa tujuh guci tersebut hanya berisi sayuran sawi asin.
Marah, Tan pun membuang semua guci ke laut. Tapi satu guci terjatuh di atas dek dan pecah. Barulah saat itu Tan menyadari bahwa ada emas yang terletak di bawah tumpukan sawi.
Tanpa pikir panjang, Tan lalu melompat ke laut untuk mengambil emas-emas tersebut.
Lama ditunggu, Tan enggak muncul juga ke permukaan. Khawatir, Siti lalu berpesan pada para pengawalnya, “Jika kelak ada tanah tumbuh di Sungai Musi ini, maka di situlah kuburan kami,” sebelum akhirnya ikut terjun berusaha membantu Tan.
Naas, baik Tan maupun Fatimah enggak pernah muncul kembali ke permukaan.
Daratan yang kini muncul di Sungai Musi disebut dengan Pulau Kemaro.
Penulis | : | Putri Saraswati |
Editor | : | Putri Saraswati |
KOMENTAR