Di Indonesia, kasus kekerasan yang terjadi sampai Maret 2018 sudah mencapai 213 kasus dan sebanyak 222 korbannya adalah perempuan. Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual dan kekerasan psikis. Pelakunya kebanyakan adalah laki-laki, yang mirisnya punya hubungan dekat dengan korban. Selengkapnya baca di sini.
Bukan tidak mungkin kalau jumlah ini akan terus semakin bertambah ke depannya. Menghadapi hal ini, sebenarnya ada konsep penting dan paling awal yang harus dipahami adalah korban kekerasan tidak boleh diam, melainkan harus meminta pertolongan. Terlebih lagi pertolongan meminta keadilan ke ranah hukum.
(Baca juga: Bukan Hanya Korban Bullying Saja yang Menderita, Bystander atau Penonton Juga Bisa Mengalami Trauma)
Suatu tindakan kekerasan dapat ditindaklanjuti secara hukum ketika ada bukti yang mendukung, salah satunya adalah hasil pemeriksaan visum atau yang lebih dikenal dengan Visum et Repertum (VER). Laporan pemeriksaan visum bisa menjadi bukti yang kuat dan senjata bagi korban untuk membela diri. Simak penjelasan selengkapnya.
Pemahaman tentang visum dan alur untuk mendapatkannya
Surat keterangan Visum et Repertum (VER) berasal dari bahasa Latin, yaitu visum artinya melihat dan repertum artinya menemukan. Laporan VER adalah hasil tentang apa yang dilihat dan ditemukan.
Istilah VER ini sendiri hanya menggambarkan laporan medis untuk kepentingan peradilan di Indonesia. Di Indonesia pun istilah "visum et repertum" hanya tercantum dalam Staatsblaad No 350 Thn 1939 (CMIIW).
Landasan hukum VER di Indonesia adanya di Pasal 133 ayat 1 KUHAP tentang permintaan keterangan ahli. Jadi, sederhananya, girls, VER adalah laporan medis tertulis mengenai apa yang dilihat dan ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan dibuat berdasarkan permintaan penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.
Cewekbanget.id sempat ngobrol dengan dr. Tjiang Sari Lestari, atau akrab disapa dr. Sari, yang saat ini sedang menjalani spesialis forensik dan sering menangani pemeriksaan visum. Beliau mengatakan, merujuk ke pasal 133 KUHAP ayat 1 dan 2, untuk meminta laporan visum harus berdasarkan permintaan penyidik terlebih dahulu, yang biasanya dikenal dengan istilah Surat Permintaan Visum/SPV. SPV adalah syarat mutlak jika ingin membuat laporan visum.
Karena di dalam laporan VER sendiri biasanya akan didahului kalimat, "Berdasarkan surat permintaan dari kepolisian no ...". Jadi, seorang dokter tidak mempunyai dasar hukum untuk membuat laporan visum jika tidak ada surat permintaan dari pihak kepolisian. Alur permintaan dan pembuatan VER berlaku umum untuk kasus apa pun, termasuk juga untuk kasus kekerasan seksual.
Mengenai alur atau prosedur untuk mendapatkan laporan visum bisa dijelaskan dengan gambar di bawah ini.
(Baca juga: Kenali Jenis-jenis Kekerasan Fisik yang Bisa Terjadi Dalam Hubungan Pacaran)
Laporan visum mampu menjadi alat bukti yang sah
Lalu, apa yang akan diperiksa dokter untuk laporan VER? Poin pentingnya adalah dokter tetap harus mengutamakan keselamatan pasien terlebih dahulu. Jadi, seandainya pasien datang dalam kondisi emergency, maka kondisi tersebut yang harus ditangani terlebih dahulu.
Perbedaan visum dan surat pemeriksaan medis
Misalkan ada kejadian, ada korban kekerasan seksual atau korban kasus lain yang pergi ke dokter tanpa melapor ke polisi terlebih dahulu dan meminta untuk diperiksa serta dibuatkan VER, maka pihak dokter atau rumah sakit dipastikan akan menolaknya. Karena kalau tidak ada surat permintaan dari kepolisian, maka pemeriksaan visum pun tidak dilakukan.
Namun, menurut dr. Sari, tidak dibuatnya VER bukan berarti pemeriksaan medis tidak dapat dilakukan.
(Baca juga: Wajib Tahu! 7 Jenis Penyimpangan Seksual yang Bisa Terjadi Pada Remaja)
Oleh karena itu, pada kasus-kasus seperti ini biasanya dokter akan tetap melakukan pemeriksaan medis kepada pasien, hanya saja tidak bisa membuat VER, melainkan surat keterangan medis. Perlu diingat bahwa prosedur pemeriksaan medis terhadap pasien tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya SPV. Jadi ada atau enggak ada SPV, dokter harus tetap memeriksa dan menangani pasien seperti biasa.
Pelajaran untuk kita jika mengalami kekerasan seksual
Untuk kasus kekerasan seksual di Indonesia dalam pemeriksaan medis seorang dokter, biasanya ada dua hal yang disimpulkan, yaitu ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan dan ada atau tidak tanda-tanda kekerasan.
Kata 'tanda-tanda' ini bermakna dari hasil temuan lewat pemeriksaan sehingga penting banget untuk segera memeriksakan kepada dokter setelah terjadi kekerasan. Karena seringnya, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan atau persetubuhan ini bisa karena kejadian yang sudah berlangsung terlalu lama. Jadi, jangan pernah tunda untuk pemeriksaan secara medis, ya, girls!
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR