Ketika tertarik sama seseorang, ada kalanya kita akan masuk ke dalam fase ‘infatuation’ atau tergila-gila. Bedanya dengan naksir dan jatuh cinta, fase tergila-gila bikin kita lebih sering memikirkan hal-hal yang sifatnya irasional. Misalnya kita mau mati aja kalau enggak jadian sama di gebetan.
Sementara fase naksir cenderung membuta kita menikmati kehangatan perasaan tersebut, sementara fase tergila-gila adalah fase yang enggak sehat dan membuat kita terpuruk dan tersiksa kalau kita enggak bisa bersama si gebetan.
Nah, biar enggak terjebak lama-lama dalam fase ‘infatuation’ yang menyakitkan, lebih baik, yuk cari tahu gimana cara kita bisa keluar dari fase ‘infatuation’ alias tergila-gila sama gebetan.
(Baca juga: Bahasa Tubuh Gebetan Waktu Kencan Pertama Menurut Zodiak)
Gambar wajahnya asal-asalan
Fase tergila-gila biasanya muncul ketika kita merasa menemukan ‘soulmate’, padahal kenyataannya enggak seperti itu. Biasanya fase tergila-gila hanya dipicu sama ketertarikan semata.
Karena kita jadi sering kepikiran sama orang ini terus, cara keluar dari fase ini adalah mengubahnya menjadi sosok yang bikin kita ilfil. Tujuannya supaya kita enggak menganggap cowok ini memiliki penampilan yang sempurna.
Oleh sebab itu, kita bisa cobain trik menggambar wajh gebetan asal-asalan. Bakal lebih bagus kalau kita enggak terlalu bisa menggambar, nih, girls. Hi-hi. Wajah gebetan jadi makin berantakan lagi.
Meskipun kedengarannya childish, cara ini ternyata bisa mendorong kita untuk berpikir lebih realistis dan enggak terlalu menginginkan gebetan.
Tertawakan kekurangannya
Enggak ada orang yang terlahir sempurna di bumi ini. Begitu pun dengan gebetan kita. Sekalipun kita tergila-gila denganya, gebetan juga punya kelemahan, lho, girls.
Alihkan pikiran kita yang dibutakan sama pesona dengan melihat lebih objektif soal kelemahan atau keburukan yang dia miliki. Atau kita juga bisa membayangkan dia melakukan hal-hal konyol yang enggak banget, sehingga lama-kelamaan kita jadi ilfil sendiri.
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR