Ada makanan yang baik ada juga makanan yang enggak menyehatkan sehingga berpotensi merusak tubuh kita. Oleh sebab itu, enggak sedikit dari kita yang perlu mengatur pola makan dengan menjalankan diet.
Sayangnya, diet yang berlarut-larut sering bikin kita bosan, nih, girls. Tapi jangan khawatir, karena kita bisa mencoba alternatif lain dengan mencoba intuitive eating. Apa, sih, yang dimaksud dengan intuitive eating? Yuk, simak penjelasannya berikut!
(Baca juga: 6 Cara Keluar Dari Fase ‘Infatuation’ Alias Tergila-Gila Sama Gebetan. Pernah Mengalaminya?)
Intuitive eating
Intuitive eating pertama kali ditemukan di tahun 1990-an oleh Evelyn Tribole, RD, dan Elyse Resch, RDN.
Pada dasarnya, intuitive eating cenderung sulit untuk diikuti oleh banyak orang. Alasannya karena tidak ada peraturan khusus untuk diikuti, tidak ada pengurangan makanan, atau pun makanan-makanan yang dilarang.
Menurut Lisa Samuels, RD, founder dari The Happie House, intuitive eating bisa disimpulkan sebagai gaya hidup anti-diet, karena kita cuma diwajibkan untuk mengikuti dua peraturan; (1) mendengarkan tubuh kita (intuisi), dan (2) memberi apa yang tubuh kita butuhkan.
Umumnya, diet mengharuskan kita untuk merencanakan jumlah-jumlah kalori tertentu, dan kita wajib mengikutinya. Meski kita pengin lebih dari itu, kita tetap dipaksa untuk mengikuti pattern-nya.
Sementara itu, intuitive eating merupakan kebalikan dari diet pada umumnya. Lisa Samuels memaparkan bahwa kita enggak perlu merasa bersalah atau malu jika enggak mengikuti ketentuan dalam diet. Karena kita lebih mengutamakan apa yang tubuh kita inginkan. Artinya makan ketika kita merasa lapar, dan berhenti ketika kita sudah merasa kenyak.
(Baca juga: Bahasa Tubuh Gebetan Waktu Kencan Pertama Menurut Zodiak)
Bikin skala rasa lapar
Mengikuti pola diet, di mana kita harus memenuhi kalori yang ditentukan, malah membuat tubuh kita jadi enggak bisa menaksir apakah kita beneran lapar atau enggak. Bahkan kita lebih sering merasa pengin makan makanan tertentu karena bosan dan stres. Dengan melakukan intuitive eating, kita jadi bisa memperbaiki kebiasaan ini.
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR