Jangan saling menyalahkan sesama perempuan
Mirisnya lagi, mereka yang menyalahkan Via Vallen di antaranya adalah sesama perempuan juga. Padahal, perempuan jauh lebih rentan menjadi korban dibandingkan laki-laki lho.
Dikutip dari VOAIndonesia, direktur Rifka Annisa, organisasi pembela hak-hak perempuan di Yogyakarta, Nur Hasyim menyebutkan bahwa angka kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia sangat tinggi, Menurut data Rifka Annisa sendiri, rata-rata per harinya ada satu perempuan korban kekerasan yang mengadu.
Bahkan dalam enam tahun terakhir lebih dari 1500 kasus dilaporkan di antaranya seperti kasus perkosaan, pelecehan seksual, KDRT, hubungan berpacaran, keluarga, dan lain-lain.
Jumlah faktualnya sendiri diyakini jauh lebih tinggi karena masih banyak perempuan yang enggak melaporkan kasus pelecehan atau kekerasan seksual yang dialaminya.
Pelecehan atau kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja. Laki-laki, perempuan, enggak peduli tua maupun muda semuanya bisa menjadi korban. Singkatnya, kita juga memiliki risiko yang sama menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual.
Melakukan victim blaming hanya menjadikan kita sebagai pelaku pasif, melanggengkan kekerasan/pelecehan seksual, dan mematikan keberanian korban untuk melaporkan pelecehan yang dialaminya.
Bentuk victim blaming
Nah, biar kita enggak menjadi salah satu pelaku pasif yang melakukan victim blaming, kita perlu tahu seperti apa bentuk victim blaming yang perlu kita hindari:
Setelah tahu bentuk-bentuk victim blaming, jangan sampai kita melakukannya ketika terjadi kasus kekerasan/pelecehan seksual lagi, ya, girls. Jangan samakan level kita seperti si pelaku.
Jadi, yuk, mulai sekarang tunjukan empati kita kepada korban kekerasan dan pelecehan seksual. Karena bukankah lebih baik kalau kita saling support dan enggak menyalahkan?
(Baca juga: 3 Pemahaman yang Salah Soal Kasus Perkosaan dan Kenapa Selalu Perempuan yang Disalahkan)
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR