Beberapa waktu lalu, Atambua yang adalah ibukota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menjadi sorotan karena aksi heroik Joni, pelajar Sekolah Menengah Pertama yang memanjat tiang bendera setinggi 23 meter untuk memperbaiki tali yang putus.
Hal ini yang membuat Lia Chandra, desainer perempuan kelahiran Malang, bersama tim IKKON 2017, terinspirasi untuk merancang aneka produk dari daerah Belu.
Belu ternyata punya kekayaan lain yang tak kalah berharga, yakni kerajinan tenun, anyaman, dan ukiran yang dikerjakan masyarakat secara turun-temurun.
Lia mengikuti program IKKON di Belu merupakan pengalaman berharga untuknya. Selama sekitar 4 bulan bekerja dan berinteraksi dengan warga Belu dan anggota tim IKKON lainnya, ia menyadari besarnya potensi budaya masyarakat setempat yang selama ini belum diolah secara optimal.
“Awalnya, aku enggak membayangkan bahwa di suatu daerah yang gersang dan sulit air seperti di Kabupaten Belu, terdapat kekayaan budaya tenun yang sangat bagus. Selain tenun, ada juga ukiran-ukiran dengan motif yang cantik,” ujar desainer dengan gelar sarjana dari Jurusan Kriya Tekstil ini.
Baca Juga : Keren dan Unik! Ini 12 Karya Desainer Kate Spade yang Paling Ikonik
Bersama anggota tim IKKON lain yang diberangkatkan ke Belu, Lia mengemban tugas mengembangkan potensi budaya lokal menjadi aneka produk yang unik dan memiliki nilai ekonomi, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Belu.
Kolaborasi yang kompak dengan para perajin lokal di Belu membuat tim IKKON sukses menghasilkan sekitar 30 prototipe produk yang terdiri atas produk fesyen, interior, dan trip wisata.
Semua produk yang dihasilkan oleh tim tersebut diimplementasikan dalam suatu brand yang bernama Leloq.
“Leloq adalah nama panggilan, sapaan dari laki-laki kepada perempuan. Dalam bahasa suku Bunaq, leloq itu kurang lebih artinya cantik dan manis,” ujar Lia
Aneka ragam dari produk Leloq
Produk-produk yang dihasilkan Leloq beraneka ragam, di antaranya tas berbahan kombinasi antara tenun, anyaman daun lontar, dan daun pandan.
Ada juga peralatan makan dan pernik interior berbahan bambu yang dipadukan dengan tenun, anyaman, atau pun kulit hewan. Inspirasi dalam mendesain diperoleh dari banyak sumber, salah satunya dari bentuk rumah adat yang ada di Belu.
Bukan hanya bersifat temporer, pengembangan produk Leloq terus berlangsung hingga kini. Bersama timnya, saat ini Lia fokus mengembangkan varian produk berbasis tenun yang lebih beragam dari segi warna, model, dan ornamen yang dipakai, terutama untuk dijadikan tas perempuan.
Leloq yang tergabung di dalam KOPIKKON juga rajin berpartisipasi dalam pameran produk kreatif, seperti Inacraft dan CASA Indonesia. Difasilitasi oleh Bekraf, Leloq juga pernah mengikuti ajang eksibisi berskala internasional, seperti Chiang Mai Design Week 2017 dan hadir di Indonesia Pavillion di Chami Bar, Promenade 83, 7270 Davoz Platz, Swiss, awal tahun ini
Aneka produk Leloq bisa dibeli dengan sistem pre-order lewa akun medsos Instagram, yaitu @leloqbelu.
“Ke depannya, kami akan mengembangkan sistem pemasaran offline, yaitu bekerjasama dengan beberapa butik yang menjual produk fesyen untuk segmen menengah ke atas,” papar Lia
Tantangan terbesar dalam mengembangkan Leloq
Meski telah berhasil mengembangkan produk lokal yang memiliki cita rasa modern dan mampu menarik minat konsumen, perjalanan Lia enggak selalu mulus.
Tantangan terbesar adalah menjaga kestabilan supply chain barang produksi Leloq. Alasannya, pembuatan tenun dan barang-barang kerajinan lain secara tradisional memerlukan waktu yang terbilang lama sehingga selama ini belum mampu memenuhi target produksi.
“Mau tak mau, dalam berkolaborasi dengan perajin lokal, kita harus bisa menempatkan perspektif secara proporsional.
Baca Juga : Bekraf Kirimkan 8 Peserta Indonesia ke Game Connection 2018 di Amerika. Ini 3 Infonya!
Meski ada tuntutan kuantitas produksi, kita juga harus bisa menghargai budaya setempat karena proses pembuatan barang kerajinan, seperti tenun misalnya, memerlukan suatu prosesi khusus yang diatur berdasarkan adat setempat,” jelasnya.
Kini, Lia mengaku masih berupaya mencari cara untuk menyiasati kendala dari segi produksi. Salah satunya adalah dengan menempatkan Leloq sebagai produk kreatif untuk segmen premium yang hanya bisa diproduksi dalam jumlah terbatas.
Di masa mendatang, ia berharap bisa mempertemukan permintaan pasar dengan kemampuan produksi, agar potensi Belu tetap bisa mendapat tempat di hati masyarakat luas. Keren!
Penulis | : | Debora Gracia |
Editor | : | Debora Gracia |
KOMENTAR