Kasus perkosaan memang bukan hal yang asing lagi di telinga kita. Bahkan kasus ini semakin hari semakin bertambah dan membuat kita miris mendengarnya.
Parahnya, masyarakat yang menolak untuk membuka mata soal masalah serius ini malah sering menyalahkan perempuan yang berkedudukan sebagai korban. Aneh bukan? Sudah jadi korban, masih disalahkan pula.
Penghakiman yang masyarakat lakukan pun bermacam-macam, mulai dari cara berpakaian, padahal enggak sedikit kasus perkosaan yang dialami oleh perempuan tanpa baju yang minim. Ada pula yang menyalahkan karena pulang terlalu larut malam, padahal banyak perempuan yang pulang larut malam karena harus bekerja lembur.
Yang paling menyedihkan adalah ketika orang-orang itu menganggap korban dalam keadaan menikmati saat diperkosa. Dan masih banyak alasan lainnya yang digunakan orang-orang yang tidak paham ini untuk membenarkan perilaku menghakimi si korban.
Girls, bukan saatnya kita acuh terhadap masalah ini, berikut adalah 3 pemahaman yang salah soal kasus perkosaan dan alasan kenapa selalu perempuan yang disalahkan.
(Baca juga: Viral Remaja Tidur Selama Berminggu-minggu, Ini yang Perlu Kita Tahu dari Sindrom Putri Tidur!)
Salah: Perilaku dan penampilan perempuan harus diatur
“Pasti dia pakai baju seksi.” Kalimat itu langsung muncul pertama kali ketika kita mengetahui ada berita tentang perkosaan. Padahal salah besar.
Selama ini masyarakat sosial menganggap bahwa penampilan seorang perempuan adalah pemicu kekerasan seksual bisa terjadi kepada mereka. Inilah yang menjadi alasan utama kenapa banyak orang yang cenderung menyalahkan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
Menyalahkan kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan karena laki-laki tidak bisa mengontrol hasrat seksual mereka adalah bentuk perbuatan misogini dan objektifikasi.
Sebagai manusia, kita punya hak untuk memakai pakaian apa pun. Jadi, bukan pakaian perempuan yang harus diatur, melainkan laki-laki yang harus menyadari perbuatannya untuk tidak memperkosa.
(Baca juga: 9 Tanda Kalau Pacar atau Gebetan Kita Adalah Seorang Psikopat)
Salah: Laki-laki tidak perlu bertanggung jawab jika merasa dipancing hasrat seksualnya
Masyarakat kerap membenarkan pemahaman bahwa laki-laki memang terlahir agresif soal hal-hal yang berbau seksual dan hal tersebut enggak bisa disalahkan, apalagi kalau mereka merasa gairah seksualnya dipancing.
Pemahaman yang salah ini pada akhirnya malah menyetujui anggapan bahwa perempuan dengan baju yang seksi akan menarik gairah seksual laki-laki, atau kalau laki-laki merasa tergoda maka hal itu adalah kesalahan perempuan yang pakai baju provokatif.
Untuk memperkuat argumen mereka yang salah, masyarakat sering berpendapat kalau pelaku permerkosaan memiliki masalah psikologis. Argumen ini langsung dibantah, karena lewat penelitian dari Violence Against Women, ditemukan data bahwa kasus pemerkosaan jarang dilakukan oleh orang yang menderita gangguan mental.
Salah: ‘Korban yang sesungguhnya’ adalah perempuan yang diperkosa oleh orang asing
Sebuah studi tercatat di Journal of Interpersonal Violence menyatakan bahwa penyelidik sering menentukan status ‘korban’ dilihat dari hubungan antara korban dan pelaku. Pemahaman ini dipicu dengan adanya pendapat yang mengatakan jika kasus pemerkosaan hanya akan terjadi jika korban dan pelaku sama-sama tidak mengenal.
Sehingga terjadi kerancuan bahwa perempuan yang diperkosa oleh orang asing akan terlihat sebagai ‘korban yang sesungguhnya’ jika dibandingkan perempuan yang diperkosa oleh laki-laki yang dia kenal.
Akhirnya, perempuan yang diperkosa oleh laki-laki yang mereka kenal cenderung ‘boleh’ dihakimi dan disalahkan. Padahal menurut data dari National Institute of Justice, 80-90% laporan kekerasan seksual yang dialami perempuan, pelakunya adalah orang yang mereka kenal.
Kita memang hidup di keadaan sosial yang kerap menyalahkan perempuan sebagai korban perkosaan dan kekerasan seksual lainnya, tapi bukan berarti kita membenarkan victim blaming yang mereka lakukan.
Jangan mengajari perempuan bagaimana harus berpakaian atau berperilaku. Jangan pula menyalahkan perempuan jika laki-laki merasa hasrat seksual mereka dipancing keluar.
Sebaliknya, pahami bahwa pelaku tindak kriminal, apapun bentuknya, layak mendapat hukuman yang setimpal.
(Baca juga: Ini Arti Sebenarnya Psikopat, Sosiopat, dan Narsistik! Pacar Atau Gebetan Kamu Termasuk Juga?)
Penulis | : | Indra Pramesti |
Editor | : | Indra Pramesti |
KOMENTAR